SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo pada Mei 2018 lalu mendapati 8 dari 10 pabrik tekstil di Pasar Kliwon, Solo, tak memiliki izin lingkungan. Hal itu menjadi indikasi sebagian pengusaha tekstil atau batik di Pasar Kliwon belum mengolah limbah mereka dengan baik.

Kasi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa DLH Solo, Diah Winarti, prihatin mendapati 8 dari 10 pabrik tekstil di Pasar Kliwon belum mengantongi izin lingkungan. Padahal, rata-rata dari mereka telah beroperasi tahunan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Beberapa pabrik tersebut, ungkap dia, secara kasat mata bahkan kedapatan masih membuang limbah berwarna mereka ke aliran Kali Jenes maupun anak Kali Jenes.

“Kami sempat mendatangi secara acak 10 pabrik tekstil di Pasar Kliwon. Dari 10 pabrik itu, ternyata hanya 2 pabrik yang bisa menunjukkan izin lingkungan. Sedangkan yang lain bisa dikatakan masih ilegal,” jelas Diah saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (18/10/2018).

Diah memastikan DLH telah meminta kepada para pemilik pabrik tekstil yang belum berizin agar segera mengurus dokumen atau surat izin tersebut. Dia menyebut, DLH bisa sewaktu-waktu kembali mendatangi pabrik tekstik di Pasar Kliwon guna memastikan kelengkapan berkas perizinan.

Jika belum juga mengurus izin, para pemilik pabrik bisa dikenakan sanksi. Sanksi bisa lebih berat ketika pemilik pabrik terbukti membuang limbah secara sembarangan ke tanah maupun sungai.

“Kami butuh keterlibatan pemerintah kelurahan untuk mendorong pabrik tekstil di wilayah masing-masing mengupayakan pengajuan izin dan tidak melakukan pencemaran lingkungan sungai. Hal ini perlu dilakukan untuk kebaikan bersama,” jelas Diah.

Berdasarkan catatan DLH, Kali Jenes termasuk di antara enam sungai di Solo yang kini dalam kondisi tercemar pada 2017. Selain Kali Jenes, ada Kali Gajah Putih, Kali Anyar, Kali Pepe, Kali Brojo, dan Sungai Bhayangkara yang tercemar.

Kabid Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan DLH Solo, Luluk Nurhayati, mengatakan limbah industri tekstil atau batik diketahui menjadi penyebab utama kondisi air sungai di Kota Bengawan tercemar. Kualitas limbah industri batik yang dibuang ke sungai masih di atas batas baku mutu.

Luluk mengungkapkan uji laboratorium kualitas air sungai di Solo memang telah menjadi agenda rutin DLH. Dia menjelaskan, paling tidak ada tujuh komponen parameter yang digunakan DLH dalam menilai kualitas air sungai selama ini.

Antara lain mengukur chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD), kandungan logam berat, warna, bau, dan rasa, seng dan lainnya. Luluk mengimbau para pelaku udaha industri batik baik yang skala besar maupun UMKM bisa memperbaiki sistem pengolahan limbah produksi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya