SOLOPOS.COM - Pembudi daya ikan lele dan gurami di pekarangan rumah, Tinuk tengah mengecek kualitas air di kolam ikan gurami di Sendang, Wonogiri, Senin (9/1/2023). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia).

Solopos.com, WONOGIRI — Program Gerakan Memasyaratkan Makan Ikan (Gemarikan) yang dicanangkan pemerintah pusat dinilai tidak cukup mendongkrak angka konsumsi ikan (AKI) di Wonogiri yang masih rendah. Pemerintah perlu mendorong masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan untuk budi daya ikan skala rumahan. 

Sebagai informasi, AKI di Wonogiri pada 2021 sebesar 25,74 kg/kapita/tahun. Hal itu masih jauh di bawah target nasional sebesar 56,36/kapita/tahun.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mengatakan upaya meningkatkan AKI tidak bisa hanya mengandalkan program Gemarikan. Program tersebut lebih banyak pada tataran sosialisasi namun belum memberikan solusi nyata kepada masyarakat agar tetap mengonsumsi ikan secara berkelanjutan.

Dia menjelaskan, Gemarikan tetap bisa dilaksanakan, tetapi harus ada pengembangan. Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan pekarangan seperti membangun kolam lele. Menurut dia, program yang sekadar sosiasialisasi tanpa menyelesaikan substansi permasalahan hanya sia-sia. 

Menurut pria yang akrab disapa Jekek itu menyebut rendahnya AKI di Wonogiri salah satunya disebabkan kemiskinan. Mereka bukan tidak mau makan ikan, tetapi memang tidak mampu membeli [ikan]. Masyarakat miskin tidak bisa hanya diberikan solusi dengan sosialisasi.

“Kalau hanya menggaungkan Gemarikan, tetapi subjek kemiskinannya tidak diintervensi, program itu tidak akan berhasil. Program jangan berdiri di awang-awang,” kata Joko Sutopo kepada Solopos.com, Jumat (6/1/2023).

Kepala Bidang (Kabid) Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislapernak) Wonogiri, Catur Wuryaningsih Margihastuti, mengatakan selain sosialisasi, program Gemarikan juga dilaksanakan dengan pemberian paket olahan ikan kepada masyarakat. Kali terakhir, program pemberian paket kepada 300 warga Wonogiri itu berlangsung tahun 2021.

Sementara upaya sosialisasi Gemarikan terus dilakukan dengan bekerja sama pemerintah kecamatan, desa, dan tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga. Diakui Catur hal itu belum cukup efektif meningkatkan angka konsumsi ikan.

Di sisi lain, program pemanfaatan pekarangan untuk budi daya ikan sudah disampaikan kepada masyarakat sejak jauh hari. Namun hal itu tidak mudah direalisasikan mengingat butuh modal yang cukup besar membuat kolam ikan di pekarangan, seperti lele. 

Menurut Catur sedikitnya membutuhkan modal senilai Rp3,5 juta saat membuat kolam ikan lele berdiameter dua meter menggunakan terpal. Biaya itu sudah termasuk tiga sak pakan untuk sekali panen selama tiga bulan. Satu sak pakan berisi 30kg.

“Tidak mudah dan tidak murah. Perlu ketelatenan betul untuk bisa benar-benar berhasil sampai panen,” ujar Catur saat ditemui Solopos.com di Kantor Dislapernak Wonogiri, Senin (9/1/2023)

Dia melanjutkan, masalah lain dari AKI rendah di Wonogiri yaitu kesadaran masyarakat mengonsumsi Ikan masih kurang. Mereka tidak mau ribet dengan membeli ikan mentah dan mengolahnya. Sebab pengolahan ikan lebih sulit dibandingkan produk hewani lain, seperti ayam. 

Sementara itu, pembudi daya lele dan gurami di Wonogiri, Tinuk, menyebut modal untuk membangun kolam budi daya di pekarangan rumah tidak mudah. Tinuk membudi daya lele untuk dijual dan gurami untuk dikonsumsi sendiri. Dia mengaku menghabiskan uang lebih dari Rp100 juta untuk membangun delapan kolam ikan bersemen. 

Dia juga perlu membangun sumur bor sedalam 103 meter guna mencukupi kebutuhan air budi daya. Pembangunan sumur bor itu menelan biaya sedikitnya Rp17 juta. 

“Kalau pakai air PDAM [perusahaan daerah air minum] terlalu mahal. Kualitas air juga tidak baik untuk ikan karena mengandung kaporit. Apalagi untuk lele ini harus sering dikuras airnya agar tidak bau,” ucap saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya tidak jauh dari Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri, Senin siang.

Tinuk membudi daya lele sejak setahun lalu. Selain rawan mati, kendala yang dihadapi pembudi daya yaitu harga pakan yang mahal. Dia harus merogoh kocek Rp370.000 untuk satu sak pakan/pekan. 

“Kalau gurami, sejak hampir setahun belum pernah panen. Kalau itu memang lama. Beda dengan lele yang hanya butuh waktu tiga bulan sudah bisa dipanen,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya