SOLOPOS.COM - Suasana diskusi Turunkan Harga Pangan di Hotel Adhiwangsa Solo bersama Wakil Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah (Jateng), Sri Marnyuni, Rabu (6/3/2024). (Solopos.com/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO–Keuntungan dari tingginya harga beras di pasaran beberapa waktu terakhir ternyata tidak dirasakan oleh para petani.

Kemungkinan para tengkulak yang merasakan keuntungan itu. Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah (Jateng), Sri Marnyuni, dalam Diskusi Turunkan Harga Pangan, Rabu (6/3/2024).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Hadir dalam diskusi di Hotel Adhiwangsa Solo tersebut Kabid Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng, Sucahyo, serta Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS Solo, Mulyanto.

“Para petani tidak menikmati kenaikan harga beras, sepertinya para tengkulak yang menikmati itu,” tutur dia. Sri mendorong ke depan ketersediaan pangan bisa semakin terjamin dan harganya tetap terjangkau.

“Kami DPRD Jateng mendorong semua pihak, harapan kami bisa bersama-sama agar ketersediaan beras ada, harga di pasar bisa ditekan. Apalagi mau masuk Ramadan 2024 dan Idulfitri 2024,” kata dia.

Tidak hanya beras yang mengalami kenaikan harga, menurut Sri komoditas lain juga meningkat. Seperti harga satu kilogram daging ayam yang menurut dia mencapai Rp35.000 dan satu Kg telur Rp30.000.

“Belum masuk puasa loh ini. Bagaimana nanti menjelang Idulfitri. Harga melejit, daya beli orang kurang. Faktor supply dan demands, kondisi alam penting, subsidi ke petani penting. Subsidi pupuk,” tambah dia.

Sri menyayangkan kondisi para petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi karena mekanisme kartu tani. Lebih jauh dia menilai berbagai upaya yang dilakukan untuk menekan harga beras, belum berhasil.

“Saya lihat dari beberapa kegiatan, pasar murah, bantuan beras, belum bisa menekan harga beras di pasaran. Bahkan di minimarket, yang namanya beras hilang. Karena HET beras cuma Rp12.900,” papar dia.

Minimarket, menurut Sri, tidak mau menjual beras karena harus sesuai HET. Mereka lebih memilih menjual beras di pasaran umum. “Saat minimarket menjual beras ada aturan, harus sesuai HET,” imbuh dia.

Sri juga menyoroti lemahnya cadangan pangan masyarakat. Padahal pemerintah sudah mendorong agar 20 persen dari dana desa diperuntukkan cadangan pangan.

Tapi, sampai sekarang cadangan pangan belum cukup. “Masih kurang terus. Padahal dana desa dari pemerintah pusat setiap tahun turun. Dan 20 persennya untuk cadangan pangan. Saya kurang tahu, apa karena bantuan beras itu melalui pusat, perjalanan panjang beras sehingga harga jadi mahal,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya