SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyandang disabilitas. (freepik)

Solopos.com, WONOGIRI — Anak berkebutuhan khusus (ABK) alias anak penyandang disabilitas di Wonogiri banyak yang tidak menempuh pendidikan. Dari sedikitnya 2.444 anak disabilitas usia sekolah, lebih dari 50% di antaranya tidak mengenyam bangku pendidikan formal. 

Masih banyaknya anak penyandang disabilitas yang tak mengenyam pendidikan formal disebabkan berbagai faktor. Di antaranya masih minimnya jumlah sekolah luar biasa (SLB), terbatasnya sekolah inklusi, dan ditambah kesadaran rendah orang tua dengan anak disabilitas terhadap pendidikan anak.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kepala Sekolah SLBN Wonogiri, Sukamto, mengatakan hanya 40% ABK usia sekolah di Wonogiri yang mendapatkan pendidikan formal. Sementara sisanya hanya dirumahkan dan sama sekali tidak mendapatkan pendidikan formal sesuai kebutuhan.

Hal itu menjadi catatan buruk. Padahal anak disabilitas usia sekolah mempunyai hak yang sama dengan anak-anak lain. Mereka berhak mendapatkan pendidikan minimal 12 tahun. 

Orang tua yang memiliki ABK bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan hak pendidikan anak mereka. Sayangnya, masih banyak orang tua yang belum sadar jika ABK juga perlu disekolahkan.

Baca Juga: Fasilitasi Penyandang Disabilitas Dapat Pekerjaan, Pemkab Wonogiri Bentuk ULD

Di antara alasannya, orang tua malu dan minder mempunyai ABK, orang tua memiliki kesibukan bekerja sehingga memilih tidak menyekolahkan ABK, dan akses pendidikan untuk ABK masih minim. Selain itu, kurangnya sosialisasi terhadap orang tua yang memiliki ABK soal pemenuhan hak ABK.

“Tidak sedikit juga orang tua yang benar-benar tidak tahu sebenarnya anak mereka itu mau disekolahkan di mana. Mereka bingung. Hal itu terjadi karena di Wonogiri jumlah SLB sedikit [sembilan SLB di tujuh kecamatan]. Selain itu, meski jumlah sekolah inklusi cukup banyak, mereka belum tahu jika ada sekolah inklusi. Lagi-lagi karena kurangnya sosialisasi,” kata Sukamto saat ditemui Solopos.com di kantornya di SLBN Wonogiri, Senin (19/12/2022).

Persoalan ini tidak bisa dipandang remeh. Pemerintah daerah harus lebih memperhatikan persoalan tersebut.

Jangan sampai ABK hanya dipandang sebagai angka. Pemerintah daerah harus mendorong orang tua yang memiliki ABK untuk menyekolahkan anak mereka.

Baca Juga: Daftar 10 Perusahaan di Wonogiri yang Memenuhi Hak Disabilitas

Di samping itu, menambah fasilitas-fasilitas layanan pendidikan yang ramah bagi ABK. Sehingga mudah diakses para orang tua yang memiliki ABK.

Jika ini tidak dikerjakan, selain akan menjadi beban keluarga, ABK tanpa pendidikan juga akan menjadi beban pemerintah daerah. Sebab ABK juga turut menentukan Indeks pembangunan manusia (IPM) dalam suatu wilayah.

“Tujuan dari anak disabilitas mengikuti pendidikan itu agar minimal mereka bisa mandiri terhadap dirinya sendiri. Dengan ABK sekolah, memperbesar kemungkinan ABK bisa hidup mandiri. Sebaliknya, kalau mereka tidak sekolah, selamanya akan bergantung kepada orang lain atau keluarga,” ucap dia.

Dia melanjutkan, membangun sekolah inklusi bisa menjadi alternatif bagi pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan bagi ABK. Namun hal itu harus dibarengi dengan menyediakan sumber daya manusia pendidik atau guru pendamping khusus (GPK) ABK yang kompeten.

Baca Juga: Bantuan Langsung Tunai Senilai Rp112,56 Miliar Disalurkan di Wonogiri

Di samping itu, memastikan semua warga sekolah menerima kehadiran ABK dan berkomitmen membantu ABK belajar tanpa diskriminasi.

“Sekolah inklusi ini sebenarnya bisa juga menjadi sarana pendidikan karakter bagi siswa. Sebab bisa mengajarkan tolong menolong dan menanamkan rasa empati. Saya kira, dengan kurikulum Merdeka Belajar, sekolah menjadi lebih leluasa membangun sekolah inklusi. Pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan anak,” imbuh Sukamto.

Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Gino, menyampaikan di Wonogiri sudah ada 176 SD dan 34 SMP inklusi. Total jumlah siswa ABK saat ini di bawah wewenang Disdikbud Wonogiri sebanyak 512 anak. 

“Ada juga anak yang sekolah di SLB yang kewenangannya pemerintah provinsi,” kata Gino.

Baca Juga: Masih Minim, Kesadaran Orang Tua Kembangkan Anak Disabilitas di Wonogiri

Pemkab Wonogiri sudah berupaya membangun sekolah inklusi di berbagai wilayah di Wonogiri. Namun belum semua sekolah mendapatkan surat keputusan sebagai sekolah inklusi. Kendati begitu, semua sekolah dilarang menolak siswa ABK. 

“Kadang ditemukan kasus, misalnya di kecamatan A ada lima sekolah, tapi yang sekolah inklusi hanya satu. Kemudian ada siswa ABK yang kebetulan rumahnya dekat dengan sekolah yang tidak inklusi dan mereka hanya mau di sekolah yang dekat itu, berarti iya sudah, anak itu bisa sekolah di situ,” jelas dia.

Tidak hanya sarana dan prasarana, lanjutnya, GPK di sekolah inklusi juga sudah disediakan. Mereka biasanya merupakan guru mata pelajaran umum yang diberi bimbingan teknis menjadi GPK.



Kepala Dinas Sosial Wonogiri, Kurnia Listayrini, mengatakan Pemkab tidak kurang dalam menyosialisasikan kepada orang tua agar menyekolahkan  anak mereka. Hanya, pemerintah tidak bisa memaksa mereka agar menyekolahkan anak ABK tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya