SOLOPOS.COM - Anggota Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Dukuh Klile, Desa Karangasem, Kabupaten Sukoharjo menyiapkan jamu di kawasan Embung Guung Pegat, Jumat (26/5/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Di Sukoharjo, Jamu tak hanya identik dengan Kecamatan Nguter. Ada juga wilayah lain yang dikenal sebagai asal dari penjual jamu gendong di kota-kota besar. Wilayah itu adalah Dukuh Klile, Desa Karangasem, Kecamatan Bulu.

Hal ini terungkap saat Solopos.com berbincang dengan salah seorang warga Dukuh Klile, Divi, Jumat (26/5/2023). Perempuan 37 tahun itu mengatakan warga di Dukuh nya banyak yang menjadi pengusaha jamu gendong di perantauan. Ia menyebut sekitar 50% warga di sana memilih menjadi boro di sejumlah kota besar untuk berjualan Jamu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Omzet penjualan yang tinggi menggiur mereka meninggalkan kampung halaman. Sebagian warga lain bertahan di Dukuh Klile dengan menjadi PNS, pekerja swasta, petani, atau pelaku UMKM.

“Paling banyak ke Bogor, Jakarta, dan Tangerang. Biasanya mewarisi jualan keluarganya. Dalam sehari bisa mendapat Rp300.000-Rp700.000/hari. Rata-rata masih berjualan  Jamu dengan digendong meski ada yang sudah bersepeda,” ungkap Divi.

Mayoritas tingkat pendidikan warga Duku Klile bukannya rendah. Banyak juga yang tamatan sarjana. Namun pendidikan tinggi tidak lantas membuat mereka emoh berjualan jamu. Banyak yang sarjana memilih melanjutkan usaha orang tua berjualan jamu.  Sebagian perantau memilih pulang balik ke kampung halaman setelah tak lagi punya tanggungan membiayai sekolah anak.

Karena kesetian menjajakkan jamu, salah satu perusahaan jamu hampir setiap tahun memberikan fasilitas bus mudik gratis bagi para penjual jamu di perantau untuk balik.

Orang tua Divi adalah salah satu penjual jamu yang merantau di Jakarta. Saat orang tuanya kembali pulang ke Bulu setelah pensiun, ia pun ikut. Namun ia tidak meneruskan usaha orang tuanya. “Tidak pernah dipaksa. Kalau saya tidak meneruskan usaha keluarga karena sudah diteruskan kakak saya yang nomor satu di Bogor,” ungkap Divi.

Makaryo Ono Ndeso

Sementara itu, Ketua TP PKK Desa Karangasem, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, Sri Wahyuni membenarkan  sebagian besar warga desanya menjadi kaum boro. Ia lantas bercita-cita untuk memberdayakan perempuan di desanya agar bisa bekerja di kampung halaman sembari mendampingi tumbuh kembang anak-anaknya.

“Untuk ibu-ibu yang bersedia tinggal di desa, kami wadahi di kelompok Makaryo Ono Ndeso. Tidak perlu merantau, mereka  masih bisa mencari nafkah dengan menjual jamu di desa. Hari ini juga ditampilkan di sini,” ungkapnya saat ditemui dalam kunjungan Buati Sukoharjo, Etik Suryani, di Embung Gunung Pegat.

Kepala Sekolah SMPN 3 Weru itu mengatakan sejumlah penjual jamu sudah mulai menjajakan produk mereka secara daring melalui grup pengirim pesan instan. Promosi melalui media sosial itu tidak hanya dilakukan oleh pemilik usaha tetapi juga dibantu oleh semua anggota PKK.

Tak hanya jamu, mereka juga mempromosikan produk-produk UMKM lain. Sejauh ini produk jamu yang warga Desa Karangasem masih cenderung homogen, yakni dalam bentuk cair yang dikemas dalam botol. Belum ada yang menjual dalam bentuk serbuk.

“Kami berharap suatu saat nanti, mudah-mudahan Allah mengizinkan, mengabulkan, meridhoi, mudah-mudahan Gunung Pegat bisa kami pakai sebagai ladang bagi kami mengais rezeki, sambil kami tetap membersamai anak-anak kami dalam pendidikan, kesehatan bahkan pendewasaan karakternya,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya