SOLOPOS.COM - Guru perupa dari MA NU Gondang, Sragen, Yusron Wahyudi, menunjukkan karya seni rupa berbentuk panel kritik sosial dalam pameran Tanah Guru di Aula SMAN 1 Sragen, Sabtu (20/1/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN—Gedung pertemuan SMAN 1 Sragen sekilas kaku, hanya sebuah gedung megah berdiri dengan halaman yang luas. Namun, saat tiba di depan pintu masuknya ada nuansa berbeda.

Ada semacam pesan ketika memasuki aula itu harus menggoreskan kuas dengan bahan cat air pada kanvas berukuran persegi panjang secara bebas. Coretan kuas itu seolah menjadi tiket masuk ruangan itu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ruangan yang semua luas karena bisa menampung ratusan orang saat pertemuan mendadak menjadi lorong-lorong sempit. Setiap pengunjung digiring mengikuti lorong yang dibatasi dengan sketsel warna putih.

Di tengah sketsel itulah dipajang berbagai ekspresi para guru dari berbagai jenjang, mulai dari guru pendidikan anak usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), SMP hingga SMA sederajat.

Ekspresi seni dan imajinasi bahkan sampai kritik sosial itu diwujudkan dalam goresan kuas dengan cat bewarna-warni sehingga membentuk pesan tersendiri.

Pameran seni rupa yang diikuti sebanyak 32 guru seni rupa yang tergabung dalam Komunitas Guru Perupa Sukowati Sragen tersebut digelar Sabtu-Minggu (20-21/1/2024).

Ini pameran seni rupa pertama bagi para guru itu dengan mengangkat tema Tanah Guru, Karya Cinta Sang Guru. Gedung SMAN 1 Sragen dipinjam karena Sragen belum memiliki galeri seni rupa yang memadai.

Karya-karya mereka diwujudkan dalam bentuk lukisan, gambar drawing, foto, patung, artistik, karya instalasi, kriya logam, kriya kayu, dan kriya tekstil. Lewat pameran itulah, karya-karya mereka diharapkan dapat dikenal khalayak.

“Peserta pameran tidak hanya dikhususnya guru perupa atu seni tetapi terbuka bagi seluruh guru umum yang memiliki talenta seni rupa, termasuk guru ekstrakurikuler yang jam mengajarnya terbatas di luar pendidikan formal,” ujar Sekretaris Komunitas Guru Perupa Sukowati Sragen, Muhammad Nur Hariyadi.

Tema besar tersebut ditangkap para guru dengan eskpresi seni yang berbeda-beda dan mengangkat judul karya yang beragam. Ada tema wayang diangkat dalam bentuk karya lukisan bertajuk Begawan Ciptoning dan Pandu Swargo.

Ada pula berupa kritik sosial lantaran jengah dengan kondisi masa kini, seperti karya guru MA Nahldatul Ulama Gondang, Sragen, Yusron Wahyudi, dengan judul Phubbing dan Perisai Hati.

Phubbing itu orang yang tidak menghiraukan sesuatu karena ponsel. Misalnya dua orang berkumpul tetapi mereka asyik dengan ponselnya sendiri. Ya, ini kritik sosial terhadap masifnya media sosial yang membawa manusia asyik dengan dirinya dan ponsel. Bahkan ibaratnya ponsel yang menjadi rebutan sampai robek dan harus ditambali agar dapat berfungsi,” ujar Yusron saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu siang.

Yusron menginginkan orang memiliki hati yang bersih sehingga bijak dalam menggunakan media sosial agar orang tidak hidup di ruang angkasa karena terkurung dalam dunianya sendiri.

Kritik kedua diwujudkan Yusron dalam model lukisan panel juga dan dipadu dengan barang nyata sehingga menjadi karya gabungan dua dimensi dan tiga dimensi. Karya berjudul Perisai Hati itu menunjukkan adanya masalah hati yang menghinggapi manusia masa kini.

“Unggah ungguh, tepa slira, dan seterusnya itu letaknya di hati. Orang seolah-olah baik tetapi hatinya buruh, seperti dalam filantropi, persahabatan, pernikahan, kasih sayang anak, dan seterusnya. Kalau semua dilakukan dengan hati bersih maka hasilnya baik,” katanya.

Ekspresi berbeda ditunjukkan seorang guru SMPN 1 Sambungmacan, Sragen, yakni Risky Febrian, saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu. Pemuda asal Pacitan, Jawa Timur, itu melawan perburuan liar lewat karya instalasi yang dipadukan dengan lukisan.

Seekor rusa ternak di Pacitan pernah ditembak pemburu hewan liar sehingga mati dan menyisakan tanduknya. Cerita itu yang disuguhkan Risky dalam kolaborasi seni ruang dan goresan seni kriya di karyanya.

“Saya juga mengadopsi materi seni grafis dan cetak tingkat tinggi yang dikombinasi dengan drawing dan coloring pada karya berjudul Ego. Saya mencoba keluar dari pakem untuk memberi warna yang berbeda pada para siswa, bahwa seni rupa itu tidak selalu dengan kanvas tetapi media lain bisa digunakan. Saya membuat karya ini sampai satu bulan yang menggembar sosok ego berwujud Leak Bali,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya