Soloraya
Rabu, 30 Mei 2012 - 22:41 WIB

ENERGI ALTERNATIF: Wow, Para Ibu di Klaten Membuat Reaktor Biogas

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para ibu sibuk membuat komponen biogas yang bisa menghasilkan energi alternatif (Espos/Farid Syafrodhi)

Para ibu sibuk membuat komponen biogas yang bisa menghasilkan energi alternatif (Espos/Farid Syafrodhi)

Marni dengan cekatan membuat adonan pasir, air dan semen, di pekarangan rumahnya. Setelah jadi, adonan itu lalu ditempelkan pada dinding bak yang telah dibuat bersama rekan-rekannya sesama ibu rumah tangga, beberapa hari yang lalu. Rabu (30/5/2012) siang itu, sembilan ibu bergotong-royong membuat reaktor biogas yang digelar oleh Hivos, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berdiri di Belanda.

Advertisement

Sejak sepekan yang lalu, mereka dilatih untuk membuat reaktor itu, mulai perkenalan desain, teori hingga praktik pembuatannya. Ibu-ibu yang membuat reaktor itu juga tidak sembarangan membuat. Reaktor biogas dibuat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan gas alam, dengan berbahan dasar kotoran sapi.

Sebelumnya, ibu-ibu yang tinggal di Dukuh Cabean, Desa Titang, Kecamatan Jogonalan, Klaten, itu sudah mendapatkan keterampilan pertukangan membuat bangunan, seusai gempa pada Mei 2006 lalu. Karena itu, mereka tampak cekatan dan tidak asing lagi bagaimana harus menggunakan cangkul, gergaji, serok dan berbagai alat pertukangan lainnya. Soal bagaimana membuat bangunan, Marni jago dalam hal itu. Sesekali kadang ia mengatur rekan-rekannya agar pembuatan reaktor itu lekas selesai.

Siang itu, pekerjaan ibu-ibu tersebut diawasi oleh konsultan yang biasa membuat reaktor biogas. Selama lebih kurang delapan hari, mereka harus membuat tiga bagian bangunan. Bangunan pertama adalah Inlet atau tempat untuk mencampurkan kotoran sapi dengan air. Bangunan kedua yaitu membuat digester dan reaktor. Dan bangunan ketiga yaitu outlet atau slurry untuk menampung ampas biogas.

Advertisement

“Kalau membuat bak persegi gampang. Yang agak susah itu membuat bangunan reaktornya yang berbentuk setengah lingkaran karena perlu kecermatan tersendiri,” ujar Marni.

Cara kerja dari reaktor itu, yakni campuran air dan kotoran dimasukkan ke dalam Inlet, lalu dialirkan ke reaktor. Bila kotoran seberat 30 kilogram, maka campuran airnya juga harus 30 kilogram. Di dalam reaktor, kotoran itu mengalami vermentasi anaerob dengan bantuan bakteri metanogenik. Bakteri itulah yang membantu proses pengeluaran gas metan pada kotoran.

Selanjutnya, gas metan yang ditangkap di dalam kubah, disalurkan ke kompor gas melalui instalasi pipa. “Ampas kotoran dengan sendirinya akan keluar dengan prinsip hidrolik sederhana, ke outlet,” ujar Technical Officer Hivos, Ismaul Harist.

Advertisement

Ampas kotoran itu juga bisa digunakan untuk pupuk. Jadi, semua bahan kotoran tidak ada yang terbuang sia-sia. Pupuk tersebut, kata Harist, juga mengandung kadar karbon dan nitrogen yang tinggi. Ibu-ibu itu, kata dia, membuat reaktor biogas dengan ukuran enam meter kubik. Harapannya setelah menyelesaikan reaktor itu, ibu-ibu dapat menularkan ilmunya ke warga yang lain. “Awalnya banyak orang yang menyangsikan proyek ini. Tapi setelah melihat sendiri hasilnya, mereka tidak banyak komentar,” paparnya.

Menurut Harist, keberadaan biogas di Indonesia masih sangat kurang. Hingga kini baru ada 12.000 reaktor biogas di Indonesia. Sedangkan Cina saat ini sudah ada 14 juta, Vietnam 20.000 dan Nepal 60.000. “Padahal Indonesia sudah mengenal biogas sejak 1982, jauh dari negara-negara itu yang baru mengenal biogas pada 1990-an,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif