SOLOPOS.COM - Tim dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran menggelar ekskavasi untuk mengangkat fosil kepala kerbau purba di sebelah barat Monumen Triangulasi awal April lalu. (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Situs Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba terpenting di dunia. Penemu situs Sangiran yang berada di wilayah Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar ini adalah seorang Belanda bernama Eugene Dubois.

Situs Sangiran telah menghasilkan berbagai temuan fosil manusia purba, fosil hewan, alat tulang, dan alat batu. Temuan-temuan di Situs Sangiran telah mengubah pandangan dunia tentang evolusi manusia. Sebelum penemuan-temuan di Situs Sangiran, orang-orang percaya bahwa manusia berasal dari Afrika. Namun, penemuan-temuan di Situs Sangiran menunjukkan bahwa manusia purba juga pernah hidup di Asia Tenggara.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Salah satu orang yang berperan penting dalam penemuan Situs Sangiran adalah Eugene Dubois. Dubois adalah seorang dokter dan antropolog Belanda yang lahir pada tahun 1858. Dubois menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk mencari bukti evolusi manusia.

Pada tahun 1891, Dubois menemukan tengkorak dan tulang paha manusia purba di Trinil, Ngawi. Temuan ini dikenal dengan nama Pithecanthropus erectus atau manusia Jawa. Penemuan ini merupakan bukti pertama bahwa manusia purba pernah hidup di Asia Tenggara.

Dubois kemudian melakukan penelitian di Situs Sangiran. Pada tahun 1936, Dubois menemukan fosil manusia purba di Sangiran. Fosil ini diberi nama Sangiran 17. Sangiran 17 merupakan fosil manusia purba yang paling lengkap yang pernah ditemukan di Asia Tenggara.

Penemuan-temuan di Situs Sangiran telah mengubah pandangan dunia tentang evolusi manusia. Situs ini merupakan bukti bahwa manusia purba pernah hidup di Asia Tenggara dan memiliki peran penting dalam evolusi manusia.

Situs Sangiran menempati lahan seluas  59,21 kilometer persegi. Laman resmi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menjelaskan Situs Sangiran dikenal dunia Internasional sebagai situs yang mampu menyumbangkan pengetahuan penting mengenai bukti-bukti evolusi (perubahan fisik) manusia, evolusi fauna, kebudayaan, dan lingkungan, yang terjadi sejak dua juta tahun yang lalu.

Sebenarnya, nama Situs Sangiran mulai dikenal sejak seorang peneliti Belanda bernama Von Koenigswald melakukan penelitian di 1934. Dia menemukan alat-alat batu hasil budaya manusia purba dalam penelitiannya di Situs Sangiran.

Selanjutnya fosil manusia purba pertama ditemukan di Situs Sangiran pada 1936. Sejak penemuan itu sampai sekarang, penelitian dilakukan di Sangiran menghasilkan berbagai temuan, baik berupa fosil manusia, fosil hewan, alat tulang, dan alat batu.

Namun, jauh sebelum Von Koenigswald, Eugene Dubois yang hidup di tahun 1858-1940 lebih dulu menemukan fosil tersebut.

Peneliti Ahli Utama/Profesor Riset Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Harry Widianto, menjelaskan, Dubois selalu mengikuti gegap gempita teori evolusi dari Charles Darwin.

Dubois masuk ke kedokteran setelah lulus SMA lalu berkeinginan mencari mata rantai yang hilang dari terori Darwin waktu itu. Darwin serta para naturalis tak pernah mengatakan manusia itu dari kera, namun mengatakan apa yang terjadi sekarang ini merupakan proses evolusi panjang.

Sementara itu, lanjut Harry hasil penelitian menunjukkan 99 persen sistem anatomi manusia dan kera sama. Manusia dari kera merupakan kesimpulan orang-orang pada waktu itu.

Selanjutnya Dubois pernah berkomunikasi dengan Darwin dan Alfred Russel Wallace. Russel merupakan naturalis sekaligus penjelajah, geografer, antropolog, biolog, dan ilustrator berkebangsaan Inggris yang mencetuskan teori evolusi lewat seleksi alam.

Wallace di Halmahera merumuskan beberapa fauna endemi. Dia juga membagi tiga fauna dan menyatakan daerah yang dilalui garis khatulistiwa merupakan daerah yang sangat pas untuk menemukan bukti masa lalu berbagai makhluk hidup termasuk manusia.

Dubois pun membulatkan tekad mencari mata rantai yang hilang dengan meminta Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengabdi pada militer Hindia Belanda dengan menjadi peneliti.

Sangiran 17 menjadi temuan Pithecanthropus erectus atau Homo erectus paling fenomenal di situs manusia purba Sangiran, Sragen. Cetakannya digunakan museum manusia purba di seluruh dunia.

“Sangiran 17 merupakan satu-satunya Homo erectus yang punya muka sehingga dengan mukanya kami melakukan rekonstruksi roman muka berdasarkan Sangiran 17,” kata Peneliti Ahli Utama/Profesor Riset Pusat riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Harry Widianto, mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi Beranda #5 Sangiran Cerita yang Tak Pernah Usai yang diselenggarakan Sigarda Indonesia secara virtual, tahun 2022.

Harry menjelaskan Sangiran 17 merupakan penemuan karya besar di Situs Manusia Purba Sangiran. Sangiran 17 merupakan Homo erectus Tipik yang berusia 750.000 tahun.

Menurut Harry, temuan tersebut merupakan temuan paling kondang sehingga seluruh museum Homo erectus di seluruh dunia menggunakan Sangiran 17. Semua kajian tentang Hominid erectus khususnya dari Asia Tenggara selalu memakai Sangiran 17 untuk matriks serta morfologinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya