Soloraya
Jumat, 10 Juni 2011 - 07:16 WIB

Gagal panen, petani bakar SPPT PBB

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - BAKAR SPPT PBB--Sejumlah petani di Desa Mandong, Kecamatan Trucuk, Klaten, membakar SPPT PBB dan tanaman padi di area persawahan desa itu, Kamis (9/6). Tindakan itu sebagai ungkapan kekesalan dan kekecewaan akibat gagal panen, namun tetap ditarik PBB. (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Klaten (Solopos.com) – Sejumlah petani di Desa Mandong, Kecamatan Trucuk, Klaten, membakar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), Kamis (9/6/2011).

BAKAR SPPT PBB--Sejumlah petani di Desa Mandong, Kecamatan Trucuk, Klaten, membakar SPPT PBB dan tanaman padi di area persawahan desa itu, Kamis (9/6). Tindakan itu sebagai ungkapan kekesalan dan kekecewaan akibat gagal panen, namun tetap ditarik PBB. (JIBI/SOLOPOS/Muhammad Khamdi)

Advertisement
Pembakaran SPPT PBB mereka lakukan di area persawahan di desa itu. Aksi tersebut sebagai bentuk protes para petani yang diminta membayar PBB padahal para petani tidak panen selama dua tahun akibat tanaman padi mereka diserang hama wereng batang cokelat (WBC).

“Saya pusing ketika ada petugas yang meminta saya membayar PBB sebesar Rp 25.000-Rp 30.000, padahal saya tidak pernah panen dua tahun berturut-turut,” terang petani setempat, Pujiyanto, 30. Pujiyanto mengaku keberatan membayar pajak lantaran tidak mempunyai penghasilan tetap. Bahkan, saat perangkat desa setempat datang ke rumahnya dua bulan lalu, ia tidak mau membayar pajak tersebut.

Dari 2.500 meter persegi lahan padi miliknya, 80 % tidak dapat dipanen akibat diserang WBC. Padahal untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, dia hanya mengandalkan pendapatan dari sektor pertanian. “Saya minta ada perhatian dari pemerintah agar nasib para petani tidak semakin terjepit,” harapnya.

Advertisement

Dalam kesempatan itu, Ketua Kelompok Tani Mandiri Sukomaju, Dalno, mengatakan aksi membakar 10 lembar SPPT PBB di area persawahan itu sebagai ekspresi kejengkelan para petani yang tidak pernah panen, namun disuruh membayar pajak. “Saya menagih janji pemerintah pusat yang ingin meringankan beban para petani yang gagal panen dengan uang pengganti sebesar Rp 2,6 juta/hektare,” terangnya.

Menurut Dalno, pernyataan untuk meringankan beban petani diungkapkan pemerintah melalui Menteri Pertanian, Suswono, pada pertengahan Maret 2011. Pemerintah pusat kata Suswono menyediakan anggaran sekitar Rp 260 miliar untuk perkiraan 100.000 hektare sawah yang puso. “Sampai sekarang kami belum menerima bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Bantuan itu setidaknya bisa meringankan penderitaan petani,” terangnya.
Dalam kesempatan terpisah, Camat Trucuk, Sutrisno, menjelaskan di Kecamatan Trucuk para petani tetap diwajibkan membayar pajak. Berdasarkan data di kecamatan, pada 2010 lalu baru sebagian kecil warga yang membayar pajak. “Mungkin ada warga yang mengira tahun ini ada pembebasan pembayaran pajak. Padahal itu tidak benar. Mereka tetap wajib membayar pajak,” tegas Sutrisno.

m98

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif