SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

F. Suryadjaja, Dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

suryafs_dks@yahoo.com

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

 

Peringatan Hari Tuberkulosis Dunia ke-83 pada 24 Maret 2014 menekankan pada penemuan satu dari tiga penyandang tuberkulosis (TB) atau sekitar tiga juta penyandang tuberkulosis yang tidak terjamah oleh sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia.

Kemiskinan dan kondisi kehidupan yang rentan konflik peperangan merupakan kondisi yang tak jarang melemahkan penduduk mengakses pelayanan kesehatan.

Selain itu, pendekatan pelayanan kesehatan, khususnya program tuberkulosis, kian krusial untuk mengakses komunitas yang termarginalisasi, seperti pekerja migran, pengungsi, tunawisma, narapidana, tunadaksa, kaum minoritas, dan pengguna narkoba.

Lantaran keterbatasan pemenuhan kebutuhan pangan dan rendahnya proteksi tubuh terhadap pengaruh buruk lingkungan,  daya tahan tubuh cenderung menurun pada komunitas tersebut.

Padahal, daya tahan yang melemah merupakan potensial bagi terbangunnya kuman TB yang tertidur (dormant), sehingga kasus TB laten berubah menjadi kasus TB yang aktif dan menular kepada individu lain.

Lagi pula, sepertiga pasien yang menderita batuk yang tak kunjung sembuh tidak menganggap diri mereka sebagai pengidap TB. Umumnya diobati dengan obat batuk biasa, dan tidak diperiksa lebih detail apakah dalam saluran pernapasan mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis (BTA positif) atau tidak (BTA negatif).

Pada sisi lain, TB sesungguhnya merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, namun menjelma menjadi penyakit epidemi yang berbahaya tatkala tidak diobati. Lebih dari 95 persen kematian karena penyakit TB terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah.

Di Indonesia, 70 persen penyandang TB merupakan penduduk usia produktif. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2012 memperkirakan 8,6 juta kasus baru TB (termasuk 1,1 juta kasus koinfeksi TB dengan HIV/AIDS) dan 1,3 juta di antara mereka meninggal karena TB (termasuk 320.000 orang koinfeksi dengan HIV/AIDS).

 

Tahun Terakhir

Menurut John E. Park, ahli epidemiologi, jika tidak diobati maka sekitar 50 persen penyandang TB meninggal dunia. Pada 2014 merupakan tahun terakhir sebelum 2015 saat evaluasi hasil pencapaian target agenda sasaran yang digariskan oleh Millennium Development Goals 2015 (MDGs 2015).

Sasaran spesifik ke-6 dalam delapam sasaran millenium development goals (MDGs) 2015 berupa target penurunan prevalensi dan angka kematian TB pada 2015 menjadi separuhnya dari prevalensi dan angka kematian TB pada 1990.

Berdasarkan Warta Badan Kesehatan Dunia 2011 (WHO Report 2011) angka insidensi TB mencapai 189 per 100.000 penduduk, sedangkan pada 1990 masih 343 per 100.000 penduduk di seluruh dunia.

Sementara, angka kematian akibat penyakit TB telah berhasil diturunkan hampir separuhnya dari 51 per 100.000 penduduk pada 1990 menjadi 27 per 100.000 penduduk pada 2011.

Untuk Indonesia, target MDGs 2015 untuk prevalensi TB pada 2015 sebesar 222 per 100.000 penduduk. Pada 2008, prevalensi TB di Indonesia telah mencapai 253 per 100.000 penduduk.

Implementasi strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) berhasil menurunkan angka kematian TB dari 92 per 100.000 penduduk pada 1990 menjadi 38 per 100.000 penduduk pada 2008.

Strategi DOTS telah diimplementasikan dalam program penanggulangan TB nasional sejak 1995. Kini DOTS telah dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota pada 33 provinsi di Indonesia.

Untuk lingkup pusat pelayanan kesehatan, sekitar 96 persen puskesmas dan 40 persen rumah sakit di Indonesia telah melaksanakan strategi DOTS.

 

Isu Pemanasan Global

Sebagai bakteri penyebab penyakit TB, Mycobacterium tuberculosis  berkarakteristik bakteri tahan asam (BTA), dan patogen bagi jaringan tubuh manusia, terutama organ paru.



Lantaran bakteri aerob obligat, maka untuk keperluan berkembang biak, kuman Mycobacterium tuberculosis atau kuman TB memerlukan oksigen.

Namun, kuman TB juga membutuhkan kadar karbon dioksida (CO2) 5 persen-10 persen untuk optimalisasi pertumbuhan. Pada kawasan epidemi penyakit TB, setiap orang berpotensi terserang penyakit TB lantaran dalam tubuh setiap orang terdapat kuman TB yang dormant, termasuk pada anak-anak.

Tambahan pula, pada atmosfer dan hidrosfer yang polutif (cenderung ber-pH asam), permukiman yang padat, dan perubahan musim merupakan faktor yang berkontribusi bagi peningkatan penyebaran penyakit TB.

Selain itu, kondisi lingkungan yang lembab dan rumah yang kurang sinar matahari adalah keadaan lingkungan yang membantu mempercepat pertumbuhan kuman penyebab TB.

CO2 merupakan penyebab utama pemasan global. CO2 bersumber dari proses pembakaran bahan bakar minyak, seperti minyak, gas alam, diesel, diesel organik, petrol, petrol organik, etanol.

Emisi CO2 secara dramatis meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan ke depan masih diprediksi terus meningkat hampir tiga persen per tahun.

Walaupun begitu, kadar CO2 di atmosfer masih jauh di bawah kadar 5 persen-10 persen untuk persyaratan optimalisasi pertumbuhan kuman TB. Kadar CO2 di atmosfer bumi pada 1991 mencapai 355,6 parts per million (0,03556 persen), menjadi 375,6 ppm pada 2003, dan 380 ppm pada 2007.

Namun, perubahan musim, peningkatan kelembaban udara terkait pemanasan global, kian parahnya polutan dari industrialisasi di negara berkembang, dan bertambah padatnya populasi manusia, ikut berkontribusi bagi peningkatan prevalensi tuberkulosis (Whiteney 2003). Demikian juga peningkatan suhu lingkungan akibat pemanasan global.

Pada 2000-2006 angka kunjungan rata-rata pasien TB di sejumlah rumah sakit di Sholapur, Maharashtra, India, meningkat 37 persen (Amar et. al. 2009). Di Indonesia, kasus baru TB paru BTA positif pada 2005-2010 mengalami peningkatan bermakna.

Pada 2005, penemuan kasus baru BTA positif mencapai 72 per 100.000 penduduk, dan menjadi 78 per 100.000 penduduk pada  2010.

Pada 2011, persentase penemuan kasus baru TB BTA positif tertinggi di Sulawesi Utara (111 persen), menyusul DKI Jakarta (86,2 persen), dan Maluku (84,3 persen) sebagai kawasan dominan pesisir laut.

Sedangkan terendah di Kalimantan Tengah (33,1 persen) sebagai kawasan dominan daratan, Kalimantan Timur (35,3 persen), dan Provinsi Riau (35,6 persen). Sekian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya