SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Bambang Arianto bulaksumur4@gmail.com Peneliti Politik Bulaksumur Empat Research and Consulting (BERC) dan Jaringan Intelektual Muda Universitas Gadjah Mada

Bambang Arianto
bulaksumur4@gmail.com
Peneliti Politik Bulaksumur Empat
Research and Consulting (BERC)
dan Jaringan Intelektual Muda
Universitas Gadjah Mada

Pendeklarasian Joko Widodo (Jokowi) yang pernah menjabat Wali Kota Solo menjadi calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, menjadi pembuktian bawah figur lokal layak diperhitungkan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Menguatnya popularitas Jokowi juga tidak lepas dari pengaruh menurunnya identitas kepartaian (party identity). Partai politik semakin ditinggalkan sebagian pemilih. Publik, terutama pemilih rasional, merasa trauma dengan hadirnya kembali elite politik populis dan oligarkis dalam Pemilu 2014.

Apalagi, dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2014 figur berwajah lama tetap ngotot maju kembali, yang akhirnya membuat publik semakin jengah dengan kontestasi politik. Merebaknya sindrom amoralitas yang tengah membelit partai politik menjadikan institusi demokrasi ini harus terasing di hadapan publik.

Hal ini ditunjukkan dengan semakin memuncaknya akumulasi kekecewaan publik. Gejala ini mengonfirmasi bekerjanya fenomena personalisasi politik. Figur dan kandidat politik menjadi lebih penting ketimbang partai politik. Personalisasi politik akhirnya telah mengubah peta politik elektoral menjadi ajang kontestasi antarfigur politik, bukan antarpartai politik.

Dalam kontestasi elektoral, seorang figur jelas membutuhkan proses pencitraan politik yang diperkuat dengan simbol yang akhirnya menjadi ikon. Membangun ikon personal untuk menjadi sebuah kekuatan mitologis jelas dapat memperkuat pengaruh dalam menarik atensi pemilih.

Eksesnya, publik kerap disuguhi figur-figur artifisial yang minim etos. Ideologi partai politik sudah tidak mampu menjelaskan perilaku pemilih. Banyak partai politik yang rela menjual harga diri dengan melepaskan ideologi dan berburu figur selebritas guna mendulang atensi pemilih sebanyak mungkin.

Personalisasi Politik

Dalam struktur dan kultur politik Indonesia, personalisasi politik sangat dipengaruhi mitos dan simbol. Mitos politik memang tidak pernah lepas dari politik atau kekuasaan. Demikian pula sebaliknya, politik tak pernah lepas dari peran mitos. Bahkan, hal ini sudah lazim di dalam dunia pencitraan politik.

Sebenarnya mitos berawal dari penciptaan simbol dan ikon yang kemudian berevolusi menjadi sebuah sakralisasi. Akhirnya, simbol, mitos, dan doktrin menjadi seperangkat mahar yang wajib hadir dalam kultur politik Indonesia. (Arianto: 2014)

Berkembangnya mitos pemimpin bisa melalui narasi secara informal atas suatu peristiwa, kejadian, atau situasi yang melibatkan personal, atau kelompok masyarakat. Dari peristiwa tersebut kemudian melahirkan pelbagai narasi tentang aspek kepahlawanan (heroik) orang atau kelompok tertentu.

Mitos tumbuh berkembang seiring digunakannya simbol-simbol yang menopang mitos tersebut. Simbol-simbol ini merupakan instrumen yang mutlak harus ada agar mitos bisa tetap terjaga. Adakalanya simbol-simbol itu sengaja diciptakan agar mitos yang terkait tetap menjadi buah bibir dan dipercaya kebenarannya di masyarakat (Firmanzah: 2011).

Terus meroketnya elektabilitas sosok Jokowi, membuktikan Jokowi telah berevolusi menjadi sebuah mitos yang sudah tidak dapat dibandingkan lagi dengan figur calon presiden lainnya. Dia telah menjelma menjadi tokoh kontroversial sekaligus dipuja banyak kalangan.

Bahkan, sosok Jokowi diprediksi dapat menarik pemilih apatis sehingga Pemilu 2014 semakin menarik. Ikon Jokowi akhirnya telah menjadi mitos pemimpin yang diyakini dapat membawa keberuntungan dari segi popularitas.

Tidak mengherankan bila ada figur politik berbeda partai nekat memajang foto Jokowi di media kampanye politik mereja (Solopos, Kamis [6/3]). Gejala ini membuktikan elite politik telah memersepsikan sosok Jokowi menjadi mitos pemimpin yang dapat memberikan insentif elektoral.

Pemimpin

Sosok Jokowi akhirnya dapat meruntuhkan mitos pemimpin selama ini, yakni seorang pemimpin harus berasal dari sosok karismatik yang tidak dimiliki banyak orang. Kepemimpinan Jokowi telah melahirkan karisma tersendiri tanpa hasil rekayasa yang sulit ditandingkan dengan calon presiden lain.

Jokowi juga telah membuktikan bahwa seorang pemimpin adalah sosok yang harus dapat memberi inspirasi, bukan hanya perintah kepada rakyatnya. Kekuatan mitos pemimpin telah memaksa nalar politik elite politik untuk terus menjadikan mitos menjadi pendulang dukungan.

Kultur politik modern terbukti masih memberikan ruang yang lebar bagi terciptanya legitimasi mitologis. Mitos-mitos modern akhirnya terbentuk dengan berevolusi dengan tuntutan dan perkembangan kondisi politik. Mitos modern juga tidak lepas dari dunia pencitraan, khususnya dalam ranah politik.

Legitimasi mitologis tercipta tatkala publik percaya pada manipulasi mitos dan simbol. Percaya bahwa yang didukung adalah figur pemimpin karismatik dan dapat memberikan insentif elektoral. Lahirnya legitimasi mitos dalam nalar politik Indonesia seiring bekerjanya kompetisi iklan politik yang cenderung menampilkan penyemaian figur politik ketimbang partai politik.

Sosok Jokowi jadi pertanda lahirnya mitos pemimpin baru sekaligus meruntuhkan mitos pemimpin politik selama ini. Pemilu 2014 dipastikan menjadi ajang pertarungan persepsi yang sarat oleh rekayasa mitologi, yakni ajang persaingan antara simbol dan mitos pemimpin, bukan antarfigur atau kandidat politikus.

Akhirnya, dengan ditetapkannya Jokowi menjadi calon presiden dari PDIP menjadikan Pemilu 2014 semakin menarik. Publik saat ini merindukan sosok figur alternatif seperti Jokowi sebagai antitesis kekecewaan terhadap pemimpin selama ini.

Publik hanya butuh seorang pemimpin yang autentik, merakyat, dan bukan pemimpin yang hanya mampu menjual janji-janji politik oplosan. Selamat atas deklarasi Jokowi jadi calon presiden.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya