SOLOPOS.COM - Sejumlah selter Galabo tutup karena pedagang mogok berjualan, Solo, Senin (10/3/2014) malam. Aksi tersebut terkait dengan protes pengelola yang tidak mengeluarkan meja dan kursi pada Sabtu (8/3/2014) kemarin. (Ardhiansyah IK/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO—Wakil Ketua Komisi III DPRD Solo, Quatly Abdulkadir Alkatiri, meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo mengevaluasi pusat kuliner Gladak Langen Bogan (Galabo) menyusul adanya aksi mogok berjualan dari 21 pedagang setempat, Senin (10/3/2014) malam. Pasalnya, Disperindag harus sering-sering duduk bersama, sharing dengan para pedagang untuk menyerap aspirasi mereka.

Hla kok baru sekarang mogoknya? Kenapa tidak dari dulu-dulu? Retribusi Rp15.000/hari itu kan sudah lama ditentukan, sebelum fasilitas pedagang kaki lima (PKL) dibangun. Mestinya yang proporsional dong. Pendapatan pedagang yang naik turun itu wajar. Mestinya kalau pas naik ya bisa menyisihkan, kalau pas turun harus berhemat dan masih ada cadangan. Kan gitu, bukan dengan aksi mogok,” tegas Quatly saat dihubungi Solopos.com, Selasa (11/3).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta pedagang Galabo jujur untuk menyampaikan apa adanya kepada pemerintah kota (pemkot). Dia berpendapat asal semua persoalan disampaikan secara terbuka pasti masalah itu bisa diatasi.

“Dulu, kami sudah memfasilitasi pembangunan selternya dengan dana miliaran rupiah. Sekarang, tiba-tiba protes. Ayo lah duduk bareng antara pemkot dan pedagang untuk mencari solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Misalnya, kalau pas musim penghujan omset menurun, retribusi dikurangi. Artinya, ada subsidi dari pemerintah. Kalau musim kemarau, retribusi dinaikan,” sarannya.

Kalau saran itu bisa dilaksanakan dan menjadi solusi terbaik, jelas dia, APBD bisa membantu. Dia mengatakan APBD itu juga uang rakyat. Quatly mengaku sering kali menerima keluhan dari masyarakat konsumen kuliner Galabo.

“Banyak masyarakat yang bilang, Galabo itu harganya kelas bintang lima, tetapi rasanya kelas kaki lima. Keluhan semacam ini mestinya harus diantisipasi pedagang. Keluhan itu kalau berkembang dari mulut ke mulut jelas akan mengurangi pelanggan pedagang. Dampaknya omset menurun kan,” kata dia.

Quatly mengimbau kepada Disperindag supaya segera mengadakan pertemuan dengan pedagang, maksimal enam bulan sekali. Namun, Quatly meminta pertemuan dengan pedagang itu diusahakan agar setiap empat bulan sekali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya