Soloraya
Senin, 13 Mei 2024 - 15:21 WIB

Gambling Petani Wonogiri, Nekat Tanam Padi saat Kemarau meski Terancam Rugi

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petani mengairi sawah yang mengering dari sumur dalam menggunakan mesin pompa di area persawahan Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Senin (13/5/2024). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Apa yang dilakukan petani di beberapa wilayah Kabupaten Wonogiri pada musim tanam II ini bisa dibilang gambling atau bertaruh dengan risiko rugi materi. Mereka tetap nekat menanam padi meski sudah memasuki musim kemarau.

Mereka dihadapkan pada risiko rugi karena biaya produksi pada masa tanam ini bakal membengkak sementara hasil panen hampir pasti turun alias tak sesuai harapan.

Advertisement

Salah satu petani di Kecamatan Selogiri, Wonogiri, Suharno, mengaku nekat menanam padi di lahan sawah tadah hujan pada masa tanam II ini karena mendapatkan air dari sumur bor yang baru saja digali. Dia ingin pada masa tanam II masih bisa panen meski hasilnya tidak sebaik masa tanam sebelumnya.

Pada masa tanam I, Suharno bisa memperoleh 62 karung gabah dari luas tanam sekitar 5.000 meter persegi (m2). Satu karung gabah berisi sekitar 52 kg. Hasil panen itu sudah ditawar tengkulak senilai Rp18 juta. Tetapi dia menolak menjualnya.

Advertisement

Pada masa tanam I, Suharno bisa memperoleh 62 karung gabah dari luas tanam sekitar 5.000 meter persegi (m2). Satu karung gabah berisi sekitar 52 kg. Hasil panen itu sudah ditawar tengkulak senilai Rp18 juta. Tetapi dia menolak menjualnya.

Sementara pada masa tanam II ini, dia memprediksi hasil panennya tidak bisa lebih dari 50 karung gabah. Di sisi lain, biaya produksi pada masa tanam II ini naik signifikan dibandingkan masa tanam I. Suharno membeberkan untuk modal tanam saja, dia sudah mengeluarkan uang sekitar hampir Rp6 juta.

Biaya itu untuk membeli benih padi Rp1,2 juta di Sukoharjo, biaya pembibitan hingga penanaman sekitar Rp2,2 juta, dan menggali sumur bor untuk pengairan Rp2,5 juta. Itu belum termasuk biaya penyedotan air untuk mengairi sawah.

Advertisement

Suharno memprediksi biaya tanam hingga panen bakal lebih dari Rp8 juta. Ongkos produksi itu jauh lebih tinggi dari pada masa tanam sebelumya yang hanya sekitar Rp4 juta. Kendati demikian, hal itu tidak menjadi masalah berarti bagi dia. Sebab pensiunan TNI tersebut merasa senang dan puas dengan menanam padi.

“Yang namanya petani, yang penting sudah punya gabah di rumah itu ayem. Tidak punya uang banyak enggak apa-apa” kata Suharno saat berbincang dengan Solopos.com di area persawahan Selogiri, Senin (13/5/2024).

Prediksi La Nina

Suharno mengatakan gabah yang dipanen pada masa tanam I baru-baru ini belum dia jual sampai sekarang. Dia masih menyimpannya di rumah. Gabah itu bakal dia jual setelah masa tanam II sudah panen.

Advertisement

“Pertama, memastikan di rumah sudah ada beras. Kedua, kalau saya jual nanti, harganya bisa lebih tinggi. Kalau dijual sekarang harganya rendah,” ungkapnya.

Menurut Suharno, petani lain di Selogiri juga banyak yang melakukan hal serupa dengannya. Mereka tetap nekat menanam padi meski dipastikan akan sulit air, biaya produksi meningkat, sementara hasil panen turun serta pendapatan minim.

Pengamatan Solopos.com di area persawahan Kecamatan Selogiri, sudah banyak bidang-bidang sawah yang mulai digarap untuk kembali ditanami padi pada masa tanam II. Selang dan pompa-pompa air tampak digunakan petani untuk mengairi sawah mereka yang mengering.

Advertisement

Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Wonogiri, Dwi Sartono, menerangkan mereka yang nekat menanam padi pada masa tanam II ini berpotensi rugi. Biaya produksi dan hasil panen yang mereka dapatkan tidak seimbang. Terlalu banyak ongkos produksi yang dikeluarkan mengingat masa tanam II ini mundur akibat anomali cuaca 2023 lalu.

“Tinggal dihitung saja, mereka harus memompa air yang mana butuh bensin tidak sedikit. Belum lagi beli pupuk, obat, dan bayar jasa. Itu pasti enggak cucuk. Kalau pun ada untung, pasti sedikit. Apalagi masa tanam padi itu tiga bulan,” ucapnya.

Kepala Dinas Pertanian Wonogiri, Baroto Eko Pujanto, mengatakan masa tanam II di Wonogiri memang sudah memasuki musim kemarau. Kendati demikian, berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), akan ada potensi La Nina pada 2024 ini.

Dampaknya, akan ada curah hujan di tengah-tengah musim kemarau meski dalam skala rendah. Saat ini Dispertan sudah mengimbau kepada petani agar menanam padi dengan cara pompanisasi agar mereka tetap bisa menanam.

“Sudah banyak petani yang menanam padi varietas genjah. Varietas ini memiliki umur tanam yang lebih pendek sehingga masa panennya lebih cepat,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif