SOLOPOS.COM - Ilustrasi elpiji 3 kg alias gas melon. (JIBI/Bisnis/Dok.)

Warga Sragen kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg.

Solopos.com, SRAGEN—Warga di wilayah Bumi Sukowati kesulitan mencari elpiji berukuran 3 kg untuk memenuhi bahan bakar memasak lantaran elpiji 3 kg langka di Sragen sejak sepekan terakhir. Akibat kelangkaan tersebut, harga jual elpiji 3 kg melambung menjadi Rp20.000-Rp22.000 per tabung.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Seorang warga Kampung/Kelurahan Plumbungan RT 007, Karangmalang, Sragen, Dewi, 33, mengaku mencari elpiji 3 kg sampai ke wilayah Kampung Pecing Kelurahan Sragen Tengah Kecamatan Sragen Kota pada Senin (5/9/2016). Dia berkeliling ke lebih dari lima pengecer ternyata kehabisan stok elpiji 3 kg. Dia senang bisa mendapat elpiji 3 kg di warung milik Siti di Kampung Pecing.

“Saya beli dengan harga Rp20.000 per tabung. Kebetulan hanya tinggal dua tabung. Sekarang di warung itu sudah kehabisan stok,” katanya saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (6/9/2016).

Seorang pengecer elpiji 3 kg di Pecing, Sragen Tengah, Siti, mengaku kesulitan mencari dagangan elpiji. Dia mendapat barang dari wilayah Candi Baru Karangmalang sebanyak lima buah tabung dan langsung habis. Dari pihak pangkalan, kata dia, hanya dipasok sepekan dua kali tetapi dengan jumlah yang minim. “Gejala itu terjadi sejak sepekan terakhir. Yang paling terasa ya hari-hari terakhir ini,” katanya.

Kasi Pembinaan Distribusi Dinas Perdagangan Sragen, Joko Suranto, mengatasi gejolak kelangkaan elpiji dengan mengirimkan surat permohonan tambahan kuota ke PT Pertamina, Selasa siang. Joko tidak menyebut jumlah permintaan yang diajukan ke PT Pertamina. Dia hanya menjelaskan adanya permintaan elpiji 3 kg yang tinggi menjelang Idul Adha dan musim kemarau. Dia juga menyampaikan pertimbangan bila tambahan kuota elpiji itu untuk menjamin stabilitas harga di pasaran.

“Saya kira kelangkaan elpiji ini merupakan siklus rutin. Banyak petani yang memanfaatkan elpiji sebagai bahan bakar pompa air untuk menyedot air di sumur dalam. Biasanya kalau intensitas hujan berkurang, petani memanfaatkan elpiji sebagai bahan bakar karena lebih irit. Akibatnya, stok di pengecer berkurang dan berdampak pada kelangkaan,” ujar Joko.

Joko berpendapat penggunaan elpiji untuk bahan bakar pompa air itu menyalahi aturan karena bukan peruntukannya. Namun Joko tak berani menindak mereka karena akan berdampak pada gejolak petani yang lebih besar.

Pernyataan Joko itu pun dibantah Wakil Ketua DPRD Sragen yang juga seorang petani asal Gondang, Bambang Widjo Purwanto. Dia mengaku sudah keliling ke sawah-sawah dan kelompok tani ternyata hanya 1-2 orang petani yang memanfaat elpiji sebagai bahan bakar pompa air.

“Artinya, petani bukan menjadi penyebab faktor kelangkaan elpiji. Saya menduga ada permainan di pihak tertentu. Gejolak harga sudah terjadi. Di Gondang, harga elpiji 3 kg mencapai Rp22.000/tabung,” kata Bambang.

Bambang berencana menelusuri distribusi elpiji sejak dari Pertamina, agen, pangkalan, dan pengecer. Dia berharap dengan penelusuran distrubusi elpiji dari hulu hingga hilir akan menemukan indikasi permainan elpiji itu.

“Dalam waktu dekat, kami akan mengundang Pertamina, Hiswanamigas dan stakeholders terkait untuk mengatasi kelangkaan elpiji ini,” imbuhnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya