Soloraya
Selasa, 5 Desember 2023 - 15:56 WIB

Gaya Debat Gibran Dibongkar Tukang Jahit Rival di Pilkada Solo 2020

Kurniawan  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bagyo Wahyono. (Solopos/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO–Eks Calon Wali Kota Solo dari jalur perseorangan di Pilkada 2020, Bagyo Wahyono, mengungkapkan pengalamannya berdebat atau adu argumentasi dengan Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Debat itu dua kali dia lakukan melawan Gibran menjelang Pilkada Solo 2020 dengan difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo. Ketika itu Bagyo mengaku tidak membawa dokumen atau teks yang berisi materi debat.

Advertisement

“Saya enggak bawa teks, manual saja. Tidak bawa jiplakan. Diberi delapan pertanyaan, mengacu ke situ. Kalau dibiarkan sebenarnya malah enak. Kalau sudah pakem, kami yang dipelajari sesuai itu,” ujar dia, Selasa (5/12/2023).

Ditanya gaya debat Gibran ketika itu, menurut Bagyo, tidak ofensif atau menyerang secara frontal. Gibran disebut dia hanya melontarkan pernyataan atau pertanyaan yang normatif. Termasuk ketika menjawab pertanyaan.

Hal itu, menurut Bagyo, karena alasan tertentu. “Ya menurut saya normatif mas. Saya rasa dia juga takut kalau nyerang saya pasti juga saya serang, begitu. Makanya dia menjaga seperti itu. Tidak menyerang,” ungkap dia.

Advertisement

Bagyo juga mengaku tidak merasa terbebani saat harus berhadapan dengan Gibran untuk debat Calon Wali Kota Solo. Namun, karena berasal dari rakyat biasa, dia mengakui tak maksimal menyampaikan gagasan.

“Kami menyusun tata bahasanya kurang. Seperti soal bantaran Semanggi itu, yang kami maksud sebenarnya lahan setelah bantaran, bukan bantaran,” kata dia. Bajo tak optimal menjelaskan juga dikarenakan durasi waktu.

Durasi berbicara ketika itu dinilai Bagyo sangat kurang untuk menyampaikan ide atau gagasan Bajo. “Karena kami orang biasa ya kurang bisa menyesuaikan kecepatan bicara dalam tempo tiga menit atau berapa itu,” urai dia.

Advertisement

Disinggung agenda debat Capres-Cawapres 2024 yang akan disiarkan televisi, Bagyo mengaku tidak begitu tertarik untuk mengikuti. Sebab, menurut dia, yang dibutuhkan rakyat saat ini bukti kerja, bukan retorika semata.

“Yang dibutuhkan masyarakat bukan debatnya, tapi bagaimana masyarakat bisa terayomi. Bukan wacana, tapi kinerja. Jadi aspirasi bisa disampaikan, ditangkap pemimpin, dan dikembalikan lagi kepada warga,” tutur dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif