SOLOPOS.COM - Kepala Desa Tasikhargo, Suyoto, memotong gunungan hasil bumi pada acara Grebeg Suro di Tasikhargo, Jatisrono, Wonogiri, Selasa (18/7/2023). (Istimewa)

Solopos.com, WONOGIRI — Grebeg Suro di Alas Mbogo, Desa Tasikhargo, Jatisrono, Wonogiri, Selasa (18/7/2023), berlangsung meriah. Seribuan orang berebut gunungan makanan dan hasil bumi.

Selain ngalap berkah, mereka ingin turut memeriahkan perayaan pergantian tahun 1445 Hijriah yang diselenggarakan Pemerintah Desa Tasikhargo. 

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kepala Desa Tasikhargo, Suyoto, mengatakan rangkaian Grebeg Suro digelar di Alas Mbogo selama tiga hari, Minggu-Selasa (16–18/7/2023). Selama tiga hari itu ada beragam acara meliputi pentas budaya seperti karawitan, campursari, dan reog.

Puncak acara Grebeg Suro pada Selasa sore diselenggarakan kirab gunungan makanan dan hasil bumi mulai dari Kantor Desa Tasikhargo hinaga Alas Mbogo lebih kurang satu kilometer.

Menurut dia, peserta kirab lebih kurang 300 orang terdiri atas belasan warga dari masing-masing 26 rukun tangga (RT) di Desa Tasikhargo. Masing-masing RT membawa makanan dan hasil bumi seperti padi, umbi-umbian, dan sayuran untuk dibawa ke Alas Mbogo.

Selesai kirab, gunungan dan makanan itu didoakan kemudian diperebutkan warga. “Setelah gunungan atau tumpeng itu dipotong. Kemudian orang-orang memperebutkan. Ini hanya bentuk syukur, mencari berkah, dan meminta keselamatan kepada Tuhan atas limpahan rezeki,” kata Suyoto kepada Solopos.com, Rabu (19/7/2023).

Suyoto melanjutkan Grebeg Suro dilaksanakan di Alas Mbogo, Tasikhargo, Jatisrono, Wonogiri, karena tempat itu dinilai paling representatif. Alas Mbogo merupakan tempat yang dikeramatkan warga.

Di tempat itu pula ada tempat yang lapang. Di sisi lain, Alas Mbogo memang diproyeksikan menjadi wisata religi. Dia menyebutkan Grebeg Suro baru tahun kedua ini dilaksanakan di Tasikhargo.

Selain merayakan tahun baru Islam, menurut Suyoto, kegiatan itu juga bertujuan untuk melestarikan budaya Jawa yang kini mulai pudar di desa itu. “Jadi ini dalam rangka nguri-uri budaya Jawa sembari meminta keselamatan kepada Allah,,” ucap dia.

Dia menambahkan kegiatan ini terselenggara dengan anggaran dari dana desa senilai Rp3 juta dan dari sponsor-sponsor. Selain itu, berasal dari hasil penarikan biaya parkir senilai Rp5.000/kendaraan. 

Ketua Panitia Grebeg Suro Tasikhargo, Jatisrono, Wonogiri, Widodo, menyampaikan warga menginginkan acara tersebut diadakan rutin setiap tahun sekali.  Menurutnya, selama ini di Tasikhargo atau Jatisrono sangat jarang acara perayaan tahun baru Islam atau Jawa.

Antusiasme warga dalam mengikuti acara itu pun tinggi. Terbukti mereka yang datang ke Grebeg Suro itu tidak hanya dari Desa Tasikhargo, melainkan luar desa bahkan luar kecamatan. 

“Yang ikut Grebeg Suro sampai seribuan orang. Acara ini juga menggerakkan roda ekonomi karena ada bazar makanan dan minuman. Semua yang dipentaskan mulai dari karawitan hingga reog berasal dari warga lokal desa sini. Salah satu tujuan dari acara ini memang melestarikan budaya tradisi,” kata Widodo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya