SOLOPOS.COM - Bupati Klaten, Sri Mulyani, membagikan apam ke warga yang berenang di OMAC, Kecamatan Tulung, Klaten, Minggu (10/3/2024). (Istimewa/Diskominfo Klaten)

Solopos.com, KLATEN — Acara tradisi padusan yang digelar Pemkab Klaten di Objek Mata Air Cokro atau OMAC, Kecamatan Tulung, Minggu (10/3/2024), berlangsung meriah. Warga ramai-ramai berendam sambil berebut gunungan apam sert udik-udik yang disebar Bupati Klaten Sri Mulyani dan pejabat lainnya.

Pada rangkaian kegiatan itu juga ada kirab 21 kendi berisi air dari umbul yang ada di Kabupaten Bersinar. Rangkaian tradisi itu diawali dengan kirab 21 kendi dari jembatan di pintu masuk OMAC hingga saluran air di destinasi wisata tirta tersebut. Air dari 21 kendi itu kemudian dimasukkan dalam gentong.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Air berasal dari 21 sumber mata air di Klaten di antaranya Umbul Pluneng, Umbul Brintik, Umbul Brondong, Umbul Geneng, Umbul Pengilon, Umbul Susuhan, Umbul Gedaren, Umbul Jolotundo, Umbul Nilo, Umbul Pelem, Umbul Kapilaler, Umbul Ponggok, Umbul Ingas, Umbul Sigedang, Umbul Lumban Tirto.

Kemudian Umbul Besuki, Umbul Manten, Umbul Sinongko, Umbul Sri Sidomulyo, Umbul Gotan, serta Umbul Balong. Air kemudian digunakan untuk prosesi siraman perwakilan Mas-Mbak Klaten. Rangkaian kegiatan juga diisi dengan pemukulan beduk, sebaran apam, serta udik-udik (uang).

Warga yang berendam di saluran air kawasan itu saling berebut saat isi gunungan hingga apam dan uang dibagikan ke pengunjung. Tradisi itu dihadiri Bupati Klaten, Sri Mulyani, bersama rombongan Forkopimda serta sejumlah pejabat.

Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengatakan tradisi kirab 21 kendi dari 21 mata air berbeda dan siraman atau padusan menjelang Ramadan itu bermakna sangat khusus.

Makna Mendalam

“Tradisi ini memiliki makna mendalam, menggabungkan spiritualitas, budaya, dan kearifan lokal. Kendi-kendi berisi air dari 21 sumber alami di seluruh wilayah Klaten telah dikirab menuju OMAC. Ini menggambarkan kesempurnaan dan berkah yang akan datang di bulan suci Ramadan,” kata Mulyani dalam sambutannya.

Mulyani menjelaskan tradisi tersebut bukan hanya sebagai bentuk renungan dan instrospeksi diri. Lebih dari itu, tradisi itu sebagai upaya mewariskan dan melestarikan budaya serta meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sektor pariwisata. “Siraman atau padusan dalam tradisi ini bermakna untuk membersihkan diri,” kata Mulyani.

Dia berharap rangkaian kegiatan kirab 21 mata air dan siraman itu membawa keberkahan dan kedamaian untuk semua. “Semoga kebersamaan ini tidak luntur,” kata dia.

Rangkaian kegiatan tradisi padusan yang digelar di OMAC tersebut penuh makna. Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten, Sri Nugroho.

Nugroho menjelaskan gunungan berisi berbagai hasil bumi yang ikut dikirab dan dibagikan sebagai wujud syukur. Sementara apam yang dibagikan memiliki filosofi saling memaafkan. Lain halnya dengan udik-udik atau tradisi membagikan uang sebagai bentuk bersedekah.

“Harapan kami dari tradisi budaya yang adiluhung bisa terus dilestarikan. Generasi saat ini juga bisa memaknai apa arti dari tradisi padusan ini,” kata Nugroho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya