Solopos.com, SOLO — Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari, Solo, yang sudah berusia tua dan bernilai sejarah tinggi sangat membutuhkan revitalisasi. Pemkot Solo pun sudah memiliki rencana untuk merevitalisasi gedung berusia 111 tahun itu.
Namun, rencana itu hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda bakal terealisasi. Gedung legendaris itu diwacanakan dibangun ulang sehingga berkelas internasional tanpa menanggalkan kekhasan budaya Jawa.
Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya
Di usianya yang ke-111 tahun, sejumlah pertunjukan masih digelar di gedung tersebut. Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mengaku belum memiliki rencana lebih lanjut terkait revitalisasi GWO. Salah satu kendala revitalisasi itu karena gedung tua di Solo itu berdiri di lahan yang masih disengketakan.
“Mau disentuh bagaimana, hla wong masih sengketa, termasuk MTSS [Masjid Taman Sriwedari Solo]. Ya, nanti kalau semuanya sudah klir, nanti saja [disampaikan],” katanya saat ditemui Solopos.com seusai menonton Festival Wayang Bocah di GWO Sriwedari, Senin (8/11/2021) siang.
Baca Juga: Ternyata Begini Sejarah Menwa yang Bikin Lekat dengan Militerisme
Selain GWO dan MTSS, sejumlah bangunan lain yang masih dalam sengketa di kawasan itu adalah Stadion Sriwedari, Museum Keris, Selter Sriwedari, dan Museum Radya Pustaka. Kemudian, Segaran, Grha Wisata Niaga, Kantor Dinas Kebudayaan (Disbud), dan deretan kios pigura atau pujasera.
Berdasarkan surat penetapan eksekusi pengosongan paksa Sriwedari oleh Pengadilan Negeri (PN) Solo pada 21 Februari 2020, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo harus menyerahkan aset tanah Sriwedari seluas 10 hektare, termasuk bangunan di atasnya.
Batas Kawasan
Batas tanah yang dimaksud adalah sebelah utara Jl Slamet Riyadi, sebelah timur Jl Museum, sebelah selatan Jl Kebangkitan Nasional, dan sebelah barat Jl Bhayangkara.
Baca Juga: Setahun Beroperasi, 2 Videotron Kota Solo ini Ternyata Melanggar Aturan
Sekretaris Daerah (Sekda) Solo, Ahyani, mengatakan Pemkot berencana merevitalisasi GWO untuk teater tradisional dan membangun gedung baru di sampingnya sebagai teater modern. Rencana itu urung lantaran belum ada anggaran.
Ahyani menyebut lahan dan bangunan di kawasan itu secara de facto adalah milik Pemkot Solo. Bukti kepemilikan lahan itu adalah sertifikat hak pakai (HP) 40 yakni mulai dari GWO ke timur hingga Jl Museum.
Baca Juga: 30 Layar Monitor Pantau Arus Lalu Lintas dari CC Room Baru Dishub Solo
Kemudian HP 41 batasnya mulai Stadion Sriwedari hingga Museum Radya Pustaka. Sedangkan HP 26 yang di atasnya dibangun Museum Keris. Sertifikat tanah tersebut merupakan bukti kepemilikan sah yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR).
“Ya, kalau proses hukumnya, kami terus berupaya merampungkan persoalan tersebut agar kawasan itu tetap menjadi aset publik dan cagar budaya,” ucap Ahyani.