Soloraya
Senin, 4 September 2023 - 12:49 WIB

Gelar Suara Demokrasi, Cara SMKN 1 Nogosari Boyolali Kenalkan Pemilu ke Siswa

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa SMKN 1 Nogosari mendapatkan materi dari anggota KPU Boyolali, Muhammad Rohani, dalam agenda Suara Demokrasi di sekolah setempat, Kamis (31/8/2023). (Istimewa/Aris Munandar)

Solopos.com, BOYOLALI — SMKN 1 Nogosari, Boyolali, menggelar agenda pendidikan politik bertajuk Suara Demokrasi selama lima hari. Acara itu untuk mengenalkan pemilihan umum (pemilu) kepada siswa sekaligus sebagai bagian Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Hasil dalam pendidikan demokrasi tersebut dituangkan dalam bentuk poster. Pada agenda hari pertama, Kamis (31/8/2023), sekolah mendatangkan narasumber dari Komisi Pemilihan Umum atau KPU Boyolali, Muhammad Rohani.

Advertisement

Kemudian pada Jumat (1/9/2023), giliran anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Boyolali, Lilik Wahyu Catur, yang mengisi acara.

Koordinator P5 SMKN 1 Nogosari, Aris Munandar, mengatakan diundangnya anggota KPU dan Bawaslu Boyolali dalam acara itu untuk mengenalkan dan mendekatkan para pelajar dengan penyelenggara dan pengawas Pemilu.

Advertisement

Koordinator P5 SMKN 1 Nogosari, Aris Munandar, mengatakan diundangnya anggota KPU dan Bawaslu Boyolali dalam acara itu untuk mengenalkan dan mendekatkan para pelajar dengan penyelenggara dan pengawas Pemilu.

Ia mengungkapkan pada kesempatan itu narasumber dari KPU menjelaskan terkait pemilih pemula yang telah memiliki hak memilih dalam Pemilu. Kemudian, narasumber dari Bawaslu menjelaskan tentang bentuk pelanggaran dalam Pemilu beserta penanganannya.

Sistem penyelenggaraan dan pengawasan Pemilu itu nantinya juga akan diadopsi oleh SMKN 1 Nogosari dalam menggelar Pemilihan Ketua OSIS pada Selasa (12/9/2023) mendatang.

Advertisement

Kemudian, di hari yang sama dilanjutkan penyampaian visi misi serta orasi calon Ketua dan Wakil Ketua OSIS SMKN 1 Nogosari, Boyolali. Pada Rabu (13/9/2023), hasil pemilihan ketua dan wakil ketua disahkan.

“Kegiatan ini sekaligus menumbuhkan salah satu dimensi profil pelajar yaitu bernalar kritis atas berbagai informasi yang didapatkan dan dijadikan pengetahuan dan pemahaman terkait Pemilu,” kata dia kepada Solopos.com, Senin (4/9/2023).

Pembuatan Poster

Aris menceritakan para siswa yang telah mendapatkan pembelajaran demokrasi dari KPU dan Bawaslu kemudian diminta membuat poster terkait Pemilu 2024.

Advertisement

Ia mengatakan ada dua tema yang diangkat dalam pembuatan poster itu. Pertama, tema terkait demokrasi dan kepemiluan seusai mendapatkan materi dari KPU Boyolali. Kedua, poster untuk kampanye melawan bentuk-bentuk pelanggaran Pemilu setelah mendapatkan materi dari Bawaslu Boyolali.

“Poster dibuat secara berkelompok sebagai upaya menumbuhkan semangat gotong royong siswa. Itu sebagai bagian dari dimensi profil pelajar Pancasila, serta memperdalam pemahaman siswa terhadap materi yang didapat dari KPU dan Bawaslu,” kata dia.

Ia berharap sekolah sebagai miniatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat menjadi tempat siswa belajar menjadi pemimpin. Dimulai dari lingkungan kecil menuju calon-calon pemimpin yang lebih besar di masa yang akan datang.

Advertisement

Sementara itu, salah satu siswa SMKN 1 Nogosari, Boyolali, Muhammad Alif Utama Putra, mengaku senang dengan kedatangan anggota KPU dan Bawaslu Boyolali ke sekolahnya untuk memberikan pendidikan politik.

Ia bersama kelompoknya membuat poster bernada menolak politik uang. Ia mengatakan politik uang adalah usaha untuk mempengaruhi orang dengan imbalan materi. Beberapa hal yang ia anggap sebagai politik uang di antaranya jual beli suara dalam Pemilu.

Alif menilai politik uang sangat berbahaya karena dapat melahirkan koruptor. Menurutnya, politik uang telah mendarah daging di masyarakat karena biasanya mereka enggan memilih ketika tidak diberi uang.

Sebagai generasi muda, Alif ingin politik uang hilang dan ke depan lahir pemilih cerdas dan berkualitas bagi Indonesia. “Ada berbagai dampak dari politik uang, pemilih cerdas dan berkualitas berkurang. Selain itu, hal tersebut merusak tatanan demokrasi dan menurunkan harkat martabat manusia,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif