SOLOPOS.COM - Arus lalu lintas menuju Jl Urip Sumoharjo yang membelah bangunan Pasar Gede Solo, Kamis (13/1/2023). (Solopos.com/Wahyu Prakoso).

Solopos.com, SOLO—Minat generasi Z atau Gen Z berkunjung ke pasar tradisional ternyata relatif tinggi. Hal itu lantaran pasar tradisional khususnya di Solo banyak menawarkan pilihan kuliner kekinian dan kebutuhan yang relevan dengan anak muda.

Abdul Maghfur, 25, karyawan swasta asal Salatiga ketika berbincang dengan Solopos.com, Senin (28/8/2023) menyebut selama dua tahun di Solo dia cukup sering ke pasar tradisional.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Ya walaupun cuma sesekali, saya kalau mencari kebutuhan sehari-hari ke Pasar Legi. Di sana masih lumayan kumuh di beberapa sudut,” kata Abdul.

Namun, ketika kebutuhannya untuk mencari kuliner, dia lebih memilih Pasar Gede. Menurut dia, Pasar Gede sudah tersedia berbagai macam pilihan kuliner seperti dawet, wedangan, coffee shop, dimsum, sampai masakan western.

“Enaknya lagi di Pasar Gede sudah banyak pedagang sana yang pakai QRIS, dan sekarang juga jadi tempat wisata. Jadi kalau belanja kebutuhan sehari-hari lebih ke Pasar Legi, tapi main ya ke Pasar Gede,” kata dia.

Senada disampaikan oleh pegawai swasta asal Bekasi, Rizki Pratiwi, 24, yang sudah tinggal di solo sejak masih kuliah. Perempuan yang sudah tinggal di Solo selama tujuh tahun itu sudah pernah ke Pasar Gede, Pusat Grosir Solo (PGS), Pasar Klewer, sampai Pasar Triwindu.

“Bagus itu kan relatif ya, tapi buat ukuran pasar menurutku pasar-pasar di Solo itu rapi, lumayan bersih untuk ukuran pasar, cukup teratur,” kata dia.

Menurut dia, pasar-pasar tradisional di Solo juga memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Termasuk fasilitas lift dan eskalator seperti di Pasar Klewer dan PGS.

“Jadi enak aja kalau mau belanja banyak, ga berat naik tangga. Harganya juga relatif murah, pilihannya banyak,” kata dia.

Dia mengaku paling sering mengunjungi Pasar Gede karena pilihan kulinernya yang banyak. Namun, untuk kebutuhan membeli pakaian dan kain dia lebih sering ke PGS. Dia memang lebih suka belanja di toko langsung.

“Karena bisa megang bahan dan liat fisik langsung daripada beli online. Fun fact juga, jilbab di Beteng Trade Center [BTC] itu murah banget, lebih murah dibandingkan store langsung. Aku pernah beli di outlet harganya Rp60.000-an, tapi di pasar bisa cuma Rp40.000-an,” kata dia.

Guru Besar Ilmu Perencanaan Wilayah Kota UNS Solo, Istijabatul Aliyah, menyebut pasar tradisional sebenarnya tak hanya sebagai ruang ekonomi, tetapi sekaligus berperan sebagai ruang sosial budaya. 

“Nuansa seperti inilah yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan, sebagai contoh Pasar Gede, dan Pasar Klewer menjadi daya tarik wisata,” kata dia di UNS Solo, Senin.

Terlebih, menurut dia, komunikasi yang terbangun antara pemerintah, pedagang pasar, dan warga juga mampu menarik para politikus. Dia mengambil contoh Joko Widodo cukup sering memanfaatkan pasar tradisional untuk sekedar blusukan

“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasar tradisional berperan sebagai tempat pertukaran barang, ruang interaksi sosial-budaya, daya tarik wisata, ruang politik, sekaligus berperan sebagai komponen struktur kota,” lanjut dia.

Dia menyebut struktur ruang Kota Solo, bahkan sejak awal, pasar tradisional menempati posisi yang strategis, sehingga bisa bertahan hingga saat ini.

“Keberadaan pasar tradisional sejak awal terbentuknya kota Solo sudah jadi bagian pusat kota, meski dari perkembangannya orientasi kota mengalami perubahan, dari socio-culture driven menjadi market driven,” lanjut dia.

Socio-culture driven yang dimaksud yakni kota tradisional yang berorientasi pada tata aturan dan nilai. Sedangkan market driven lebih berorientasi pada aspek fisik dan ekonomi.

“Apalagi kan perubahan yang sangat signifikan terjadi pada era pasar bebas sekarang, kota sudah sudah bergeser ke orientasi berbasis kapitalisme, tujuannya jelas memenuhi kebutuhan pasar,” kata dia. 

Namun, baginya pasar tradisional harus terus melakukan inovasi agar relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sebab pasar menghadapi kemajuan teknologi yang jika tidak diantisipasi, bisa saja mendatangkan masalah.

“Yang harus dipikirkan  bagaimana pasar tradisional mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya