Soloraya
Minggu, 24 November 2013 - 00:02 WIB

GUNUNG MERAPI MELETUS : Keraton Solo Gelar Tolak Balak

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah penari jatilan bertarung sebelum ritual tolak balak dengan memotong dan mendoakan tumpeng di Dusun Ngrancah, Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang, Sabtu (23/11/2013). (Shoqib A/JIBI/Solopos)

Solopos.com, Klaten — Sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Jawa jika gunung Merapi adalah salah satu benteng pertahanan dari Kraton Solo. Kraton Solo pun langsung bertindak dengan menggelar upacara tolak balak (bencana) pada Sabtu (23/11/2013), pasca gunung Merapi mengeluarkan ledakan freatik pada Senin (18/11).

Sejumlah penari jatilan bertarung sebelum ritual tolak balak dengan memotong dan mendoakan tumpeng di Dusun Ngrancah, Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang, Sabtu (23/11/2013). (Shoqib A/JIBI/Solopos)

Advertisement

Ritual tolak balak digelar di lereng Merapi, tepatnya di Dusun Ngrancah, Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang. Dalam kegiatan tersebut, Kraton Solo bekerja sama dengan abdi dalem cabang Klaten yang ada di kawasan lereng Merapi. Ritual sakral kemarin langsung dihadiri oleh pejabat Kraton Solo, GKR Koes Murtiyah Wandansari atau akrab disapa Gusti Moeng.

Sekitar pukul 14.00 WIB, ritual sakral tolak balak dimulai dengan pertunjukan safari kesenian rakyat setempat berupa jatilan. Setidaknya, ada delapan orang penari yang berjoged ala kuda lumping.

Advertisement

Sekitar pukul 14.00 WIB, ritual sakral tolak balak dimulai dengan pertunjukan safari kesenian rakyat setempat berupa jatilan. Setidaknya, ada delapan orang penari yang berjoged ala kuda lumping.

Dengan iringan musik gamelan, delapan orang itu menari dengan girang. Aksi mereka membuat berdecak kagum masyarakat yang penasaran terhadap acara sore hari itu.

Beberapa menit kemudian, ritual sakral pun dimulai. Suasana sempat hening sejenak. Nyaris tidak ada yang berbicara saat ritual berlangsung.

Advertisement

Tumpeng tersebut merupakan simbol dari gunung Merapi, sedangkan lauk pauk adalah simbol masyarakat. Kemudian, nasi dan lauk pauk itu didoakan dengan tujuan agar alam dan manusia bisa hidup berdampingan, aman, rukun, damai dan sejahtera. Usai didoakan, tumpeng dan lauk pauk itu dibagikan kepada masyarakat.

Abdi dalem memulai ritual tolak balak dengan memotong dan mendoakan tumpeng di Dusun Ngrancah, Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang, Sabtu (23/11/2013). Ritual tolak balak bencana Merapi itu bertujuan untuk menghilangkan kekawatiran masyarakat akan letusan gunung teraktif di dunia tersebut. (Shoqib A/JIBI/Solopos)

Panitia upacara tolak balak, KRA Probonegoro, mengungkapkan kegiatan tersebut bertujuan agar masyarakat bisa hidup tenang, aman dan tenteram.

Advertisement

Abdi dalem memulai ritual tolak balak dengan memotong dan mendoakan tumpeng di Dusun Ngrancah, Desa Bumiharjo, Kecamatan Kemalang, Sabtu (23/11/2013). Ritual tolak balak bencana Merapi itu bertujuan untuk menghilangkan kekawatiran masyarakat akan letusan gunung teraktif di dunia tersebut. (Shogib A/JIBI/Solopos)

“Gunung Merapi adalah gunung yang paling aktif, dengan ritual tolak balak ini kami harapkan supaya masyarakat bisa aman dan tenteram. Selain itu tidak ada kekhawatiran dari warga,” paparnya kepada wartawan di sela-sela kegiatan, Sabtu.

Menurutnya, ritual tolak balak tidak harus dilakukan di puncak Merapi. Namun, bisa diselenggarakan di tempat yang strategis seperti di Bumiharjo. Desa tersebut menjadi lokasi yang berada di tengah-tengah Kecamatan Kemalang.

Advertisement

Sementara, pemerhati upacara jawa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Purwadi, mengatakan saat ini warisan Jawa berupa upacara adat nyaris hilang. Oleh sebab itu, ritual kemarin dia jadikan sebagai objek penelitian agar budaya asli Jawa itu tidak hilang.

“Bagi kami, kegiatan ritual tolak balak Merapi menjadi laboratorium budaya sekaligus kajian akademis yang bertujuan untuk menggali kearifan lokal,” paparnya kepada wartawan di lokasi, Sabtu.  Doktor yang mengajar di Fakultas Bahasa dan Seni UNY itu berharap kegiatan tersebut bisa menjadi ajang menjaga solidaritas dan refleksi spiritual.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif