Soloraya
Rabu, 16 November 2022 - 21:10 WIB

Guru Paksa Siswi Pakai Jilbab di Sragen, Langgar Kebebasan Ekspresi Anak

Galih Aprilia Wibowo  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perundungan. (freepik)

Solopos.com, SRAGEN — Tidak ada aturan yang mewajibkan penggunaan jilbab dalam sekolah negeri. Adanya pemaksaan penggunaan jilbab di SMAN 1 Sumberlawang, Sragen, oleh guru matematika, Suwarno kepada siswi, S, merupakan salah satu pelanggaran hak anak dalam kebebasan berekspresi.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah Wilayah VI, Sunarno, saat dihubungi Solopos.com pada Rabu (16/11/2022) mengatakan merujuk pada Permendikbud Nomor 59 Tahun 2022 tentang seragam sekolah, di sekolah negeri bebas menggunakan jilbab ataupun tidak.

Advertisement

Direktur Yayasan Kakak Solo, Shoim Sahriyati, mengatakan kasus di SMAN 1 Sumberlawang terkait pemaksaan penggunaan jilbab kepada siswi di depan umum karena terjadi di depan teman-temannya hal tersebut masuk dalam kategori bullying.

“Karena tentu anak pasti merasa malu, ketakutan, tidak mau sekolah. Hal tersebut [pemaksaan penggunaan jilbab] tentu menyakiti anak, walaupun tidak secara fisik, tapi sakit secara psikisnya. Bullying tersebut masuk dalam kategori kekerasan, masuknya dalam kekerasan psikis,” terang Shoim.

Advertisement

“Karena tentu anak pasti merasa malu, ketakutan, tidak mau sekolah. Hal tersebut [pemaksaan penggunaan jilbab] tentu menyakiti anak, walaupun tidak secara fisik, tapi sakit secara psikisnya. Bullying tersebut masuk dalam kategori kekerasan, masuknya dalam kekerasan psikis,” terang Shoim.

Baca Juga: Guru Bully Siswi di Sragen, Ironi Sekolah Anti Perundungan

Yaitu pelanggaran anak atas ekspresi anak dengan memaksanya menggunakan jilbab. Jika ditarik mengenai hak anak, lebih lanjut ia menjelaskan hak anak untuk mendapatkan perlindungan baik dari kekerasan dan eksploitasi. Inilah yang dilanggar.

Advertisement

Internum dalam hak anak dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah bagaimana anak menyakini agama yang ia anut. Sedangkan ketika keyakinan tersebut diekspresikan, misalnya menggunakan jilbab, itu adalah aspek eksternum.

Anak berhak untuk menentukan dan meyakini agama Islam, namun memakai jilbab. Itu keputusan yang harus dihargai dan dihormati. Tidak ada seorang pun yang bisa memaksa seseorang. Karena itu, melekat dalam diri pribadi.

Baca Juga: Dipanggil Komisi IV DPRD Sragen, Guru Perundung Siswa: Saya Niat Menasehati

Advertisement

Kasus pemaksaan penggunaan jilbab menjadi kompleks, dan harus dibedah lebih lanjut. Karena masuk dalam intoleransi, sehingga harus ada solusi konkret terkait hal tersebut.

“Anak korban bullying masuk dalam kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, sehingga harus mendapatkan hak rehabilitasi. Yaitu dengan tindakan atau intervensi yang diberikan kepada anak, yang berhubungan dengan situasi psikologisnya. Sehingga anak merasa nyaman untuk kembali ke sekolah.

Tanggung Jawab Negara

Menurut Shoim, ketika anak menjadi korban kekerasan, hal ini menjadi tanggung jawab negara, yaitu pemerintah daerah. Adakah tenaga yang mempunyai kapasitas untuk melakukan rehabilitasi terhadap anak di lingkup pemerintah kabupaten/kota.

Advertisement

“Kedua, dukungan keluarga penting, khususnya orang tua dalam memberikan support kepada anak sehingga kembali percaya diri untuk bersekolah lagi,” tambahnya.

Sekolah harus dikondisikan untuk belajar bahwa kasus kekerasan dan intoleransi tersebut tidak benar. Sehingga bagaimana ke depan tidak melakukan hal tersebut. Serta anak bisa diterima ketika kembali bersekolah dengan jaminan tidak ada bullying lagi.

Baca Juga: Sebut Ada Perundungan di Sekolah, DP2KBP3A Sragen Siap Damping Korban

“Kekerasan terhadap anak itu tidak bisa digeneralisasikan, karena berkaitan dengan kondisi psikis anak. Kalau bicara tentang kekerasan terhadap anak, memang menekankan pada zero tolerance, karena sekecil apapun tidak diaminkan,” ujar Shoim.

Sementara itu, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Akhmad Ramdhon, mengatakan bahwa pemaksaan penggunaan jilbab ini merupakan tindak kekerasan. Ini merujuk pada Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif