SOLOPOS.COM - Calon Wakil Presiden Nomor Urut 03 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan usai kunjungannya di Pondok Pesantren Darul Karomah, Gandekan, Jebres, Solo, Senin (5/2/2024). (Solopos.com/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO–Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Muhaimin Iskandar yang akrab dipanggil Gus Imin menanggapi gerakan petisi dari civitas academica dari sejumlah kampus yang makin kencang mendekati pelaksanaan pemungutan suara.

Suara kampus itu merupakan peringatan keras alias alarm bagi pemerintah dan partai politik (parpol). Sejumlah civitas academica dari sejumlah pergurun tinggi di Indonesia melayangkan kritik terbuka atas kondisi demokrasi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka mengaku prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi saat bergulirnya  tahapan kontestasi politik.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Ini lampu merah atau peringatan keras bagi pemerintah, termasuk partai politik (parpol) agar segera memperbaiki kondisi demokrasi dan tatanan hukum. Jangan sampai ada vonis dari rakyat yang bisa berpotensi menimbulkan chaos. Ini catatan buruk demokrasi,” kata dia, seusai mengunjungi Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Karomah, Gandekan, Jebres, Senin (5/2/2024).

Ketua Umum PKB ini tak menampik makin kencangnya suara kampus mengkritik kondisi demokrasi nasional bagian dari kebebasan berpendapat yang dilindungi undang-undang.

Hal ini harus menjadi bahan evaluasi para pemimpin bangsa, tokoh negarawan, dan wakil rakyat agar mencermati kondisi riil proses demokrasi di Tanah Air. Dia mencontohkan parlemen bisa memanggil kementerian untuk membahas upaya perbaikan tatanan hukum dan demokrasi nasional.

“Saya mengajukan cuti selama pemilu. Anggota DPR bisa memanggil Menteri Dalam Negeri soal pemilu atau Menteri Sosial (Mensos) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait penyaluran bantuan sosial (bansos). Agar ada etika dalam proses penyaluran bansos,” ujar dia.

Kritik keras terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dituangkan dalam petisi. Gerakan petisi tersebut diserukan oleh civitas academica dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Terbaru, civitas academica Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengeluarkan maklumat kebangsaan yang berisi delapan tuntutan.

Maklumat kebangsaan itu dibacakan oleh puluhan guru besar dari berbagai fakultas di UMS. Mereka mengkritik keras praktik nepotisme yang mengancam masa depan demokrasi di Tanah Air. Termasuk presiden dan para elite politik agar menjunjung adab dan etika kebangsaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya