SOLOPOS.COM - Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah menyampaikan materi Talk Show Kebangsaan didampingi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka di Balai Kota Solo, Kamis (3/8/2023). (Istimewa/Dokumentasi Pemkot Solo)

Solopos.com, SOLO–Pemimpin Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah menemukan paham radikalismee diajarkan guru di sejumlah sekolah di Soloraya.

Temuan itu didapati Gus Miftah ketika melakukan Talk Show Kebangsaan dengan peserta pelajar di sejumlah wilayah. Gus Miftah melakukan tanya jawab dengan murid setiap selesai menyampaikan materi.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tiga temuan paling ekstrem dan radikal yang ditemui yakni seorang siswa menanyakan bagaimana pendapatnya yang mengajak membenci pemimpin adalah guru di sekolah di Karanganyar. Padahal, kata dia, guru merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang dibayar oleh negara justru menjelek-jelekkan negara.

“Kemudian di Boyolali ada guru yang mengharamkan siswa didiknya untuk hormat kepada merah putih karena dianggap thogut,” kata dia ditemui wartawan di Balai Kota Solo usai menyampaikan materi Talk Show Kebangsaan, Kamis (3/8/2023) sore.

Temuan selanjutnya ada yang menyampaikan Indonesia tidak bisa maju karena tidak menggunakan khilafah di Kudus. Paham radikal itu ada di kalangan ASN. Padahal tidak ada negara yang berhasil dengan sistem khilafah.

“Yang disampaikan pemerintah melalui Badan Intelijen Negara ada beberapa radikalisme dan intoleransi benar, bukan isapan jempol,” jelas dia.

Adapun Gus Miftah menyampaikan materi  Talk Show Kebangsaan  sekitar dua jam kepada sekitar 2.000 pelajar di Pendapi Gede kompleks Balai Kota Solo, Kamis siang. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka membersamai Gus Miftah di panggung meskipun tak menyampaikan materi.

“Ya memang ini merupakan salah satu target kami di kalangan pelajar dan mahasiswa dalam rangka memberikan pemahaman kebangsaan yang baik dan benar sebagaimana amanah Presiden Jokowi kepada saya,” kata dia.

Menurut dia, ada paham-paham yang memprovokasi pelajar untuk membenci para pemimpinnya yang membuat proses pembangunan bangsa terkendala. Dia mengklaim bukan corong pemerintah, namun mengajak para siswa mendudukkan masalah sesuai proporsinya.

“Berlaku mekanisme check and balance. Pemahaman itu yang saya sampaikan ke pemerintah. Jangan sampai kebencian kepada orang lain dan pemimpin jadi kontraproduktif,” papar dia.

Dia mengatakan orang dengan paham radikal tak pernah berhenti untuk melakukan kampanye pahamnya. Talk Show Kebangsaan harus dilakukan terus supaya pelajar memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang kebangsaan.

“Empat hal yang harus dipahami, Pancasila sebagai ideologi,  Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-undang Dasar 1945,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya