SOLOPOS.COM - Mbah Suci (kanan) hidup sebatang kara selama 46 tahun di Pasar Kota Klaten. Pengelola pasar setempat berharap ada panti jompo yang bersedia menampung Mbah Suci. Foto diambil Selasa (19/4/2016). (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Hampir setengah abad wanita berusia 80 tahun ini tinggal di Pasar Kota Klaten.

Solopos.com, KLATEN — Hidup sebatang kara selama 46 tahun di Pasar Kota Klaten sudah dijalani perempuan lanjut usia (lansia) ini. Sering kali, para pedagang di Pasar Kota Klaten memanggil perempuan renta itu dengan Mbah Suci. Perempuan berusia 80 tahun ini menggantungkan hidupnya dengan mengharapkan belas kasih dari para pedagang di Pasar Kota Klaten.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Mbah Suci tinggal di Lantai III di Pasar Kota Klaten. Di salah satu los di Pasar Kota Klaten yang tidak ada penghuninya dijadikan sebagai tempat tinggal Mbah Suci. Perempuan lansia yang konon berasal dari Dukuh Ngupit, Desa Ngawen Kecamatan Ngawen itu hanya bermodalkan beberapa helai jarik dan pakaian selama hidup di Lantai III Pasar Kota.

Meh ngopo mrene. Aku meh golek rezeki neng kene,” kata Mbah Suci, saat ditemui Lurah Pasar Kota Klaten, Badaruddin, Selasa (19/4).

Mbah Suci hidup di Pasar Kota Klaten semenjak pasar di pusat kota tersebut bernama Pasar Lama Klaten, yakni tahun 1970. Semula, Mbah Suci bekerja sebagai tukang serabutan di pasar tersebut, yakni sebagai tukang pijat, tukang kerokan, dan kuli panggul.

Cari Keluarga

Beberapa pedagang yang iba dengan kehidupan Mbah Suci sempat berupaya mencari keluarga Mbah Suci di Ngawen. Namun hal tersebut tak membuahkan hasil. Para pedagang tak menemukan keluarga Mbah Suci di Ngawen.

Dalam beberapa tahun terakhir, fisik Mbah Suci mulai menua. Mbah Suci tak mampu lagi bekerja sebagai tukang pijat dan kuli panggul. Alhasil, Mbah Suci hanya menggantungkan hidupnya dengan belas kasih dari para pedagang. Setiap harinya, Mbah Suci mengelilingi pasar untuk mencari makan.  Jumlah pedagang di Pasar Kota saat ini mencapai 444 orang.

“Kami sudah berusaha mencarikan tempat untuk Mbah Suci, seperti berkoordinasi dengan Balai Rehabilitasi Sosial di Comal, Pemalang. Tapi informasinya, sudah overload. Kami juga sudah berkoordinasi dengan panti sosial yang lain, baik di Klaten dan di luar Klaten. Sayangnya, usia dia tak lagi produktif, jadi susah diterima di panti sosial. Di sini, kami berharap ada panti sosial yang menampung Mbah Suci. Soalnya, keberadaan Mbah Suci sudah meresahkan pedagang dan pembeli,” kata Badaruddin.

Salah satu tukang patri emas di Pasar Kota Klaten, Poniman, 69, mengaku banyak pedagang yang resah dengan keberadaan Mbah Suci. Pasalnya, Mbah Suci sering tidak menjaga kebersihan. Hal itu dibuktikan, Mbah Suci sering buang air besar (BAB) dan buang air kecil sembarangan di lantai III. Hal itu memunculkan bau tak sedap di lantai III.

“Mbah Suci ini mempunyai sifat temperamen. Ketika diingatkan, dia justru marah-marah. Makanya, banyak yang membiarkan. Dulu sempat dibawa ke Jakarta oleh seseorang, tapi dia kembali lagi di sini. Para pedagang di sini berharap Mbah Suci bisa dirawat di panti sosial,” katanya.

Hal senada dijelaskan pedagang pakaian di lantai III Pasar Kota Klaten, Sri Lestari, 50. Setiap harinya, Sri Lestari mencium bau tak sedap karena lokasi kiosnya berjarak lima meter dari tempat tinggal Mbah Suci.

“Saya selaku pedagang di sini merasa tak nyaman. Begitu juga para pelanggan saya. Soalnya, bau pesingnya sangat menyengat. Ketika saya memberitahu Mbah Suci agar BAB dan buang air kecil di toilet, dia justru marah-marah. Akhirnya, saya diamkan saja,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya