SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tedjowulan-Hangabehi menandatangani naskah rekonsiliasi di hadapan Jokowi

SOLO — Setelah menandatangani rekonsiliasi perdamaian dan melepas gelar Paku Bowuno XIII, Tedjowulan bersama sang kakak, PB XIII Hangabehi segera masuk Keraton Kasunanan Hadiningrat pada peringatan Jumenengan Dalem 15 Juni mendatang.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Pada kesempatan itu, beliau berdua akan menyampaikan Maklumat Raja. Sinuhun PB XIII Hangabehi juga akan memberi gelar baru kepada Sinuhun Tedjowulan, yaitu Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung (KGPH PA) Tedjowulan,” jelas juru bicara keluarga Keraton Surakarta GPH Suryo Wicaksono ketika dihubungi Espos melalui telepon di Jakarta, Kamis (17/5).

Penandatanganan kesepakatan damai PB XIII Hangabehi dan PB XIII Tedjowulan sendiri, menurut Gusti Nino, panggilan akrab GPH Suryo Wicaksono, telah dilaksanakan Rabu (16/5/2012) malam sekitar pukul 22.00 WIB di Hotel Mahakam, Jakarta.

Penandatanganan rekonsiliasi itu, menurut dia, ditandatangani di hadapan Walikota Solo Joko Widodo serta mantan anggota MPR Ny Mooryati Sudibyo. “Pak Walikota Jokowi bahkan juga ikut menandatangani surat kesepakatan damai itu sebagai saksi dari pemerintah,” papar Nino.

Menurut Nino, pada kesempatan itu Walikota Jokowi juga menyatakan siap mengawal rekonsiliasi Hangabehi-Tedjowulan termasuk saat keduanya nanti masuk ke dalam Keraton. “Bahkan Pak Jokowi sudah punya gagasan mengarak Sinuhun Hangabehi-Tedjowulan dengan naik kereta kencana dari Balaikota menuju Keraton Surakarta,” papar Nino.

Ditanya soal penolakan pihak KP Edy Wirabhumi dan sejumlah kerabat lainnya atas rekosniliasi tersebut, Gusti Nino menyebut tidak menjadi soal. “Bahkan sambil bercanda, Pak Walikota Jokowi siap mengerahkan 1.500 Satpol PP untuk mencegah jika ada aksi anarkis yang akan dilakukan Dewan Adat Keraton yang selama ini gigih menolak rekonsiliasi ini,” papar Neno.

Menghapus Dewan Adat

Pada bagian lain, GPH Suryo Wicaksono juga menjelaskan bahwa salah satu langkah awal Sinuhun PB XIII Hangabehi pascarekonsiliasi adalah menghapus atau membubarkan Dewan Adat yang sering disebut-sebut oleh kelompok KP Edy Wirabhumi.

Alasan utama penghpusan Dewan Adat itu adalah lembaga ilegal, alias bukan bentukan resmi dari PB XIII. Apalagi, lanjut Gusti Nino, tujuanpembentukan Dewan Adat itu adalah untuk mengkudeta kekuasaan raja dari singgasananya secara diam-diam. “Dewan Adat dibentuk bukan oleh raja. Tapi dibentuk oleh menantu PB XII untuk mengkudeta raja,” tegas Nino.

Menurut Nino, bukti bahwa Dewan Adat berupaya merongrong dan mengkudeta Raja adalah dengan memanfaatkan kasus hukum yang saat ini sedang membelit Sinuhun Hangabehi. Kudeta itu, kata dia, diwujudkan dengan mengusir permaisuri raja dari kerajaan dan melarang raja untuk hadir dalam Jumenengan atau upacara peringatan kenaikan tahta.

“Mana ada angger-angger-nya pihak luar menyuruh permasuri keluar dari Kerajaan. Yang lebih aneh, melarang Raja datang di acara Jumenengan. Alasannya, saat ini raja sedang ada masalah hukum. Jadi untuk menjaga nama baik Keraton, raja dilarang hadir. Bukankah ini bentuk dari kudeta,” kata dia.

Nantinya, setelah Dewan Adat dihapus, Sinuhun Hangabehi bersama Tedjowulan segera menghidupkan kembali tiga lembaga keraton yang memang bagian dari Keraton yang berfungsi sebagai pengontrol keraton, yaitu Pengageng Putra Sentana, yang berfungsi untuk mengawasi seluruh keluarga Keraton. Pengageng Parintah, atau dalam struktural negara setingkat Mendagri dan Pengageng Keputren. “Tiga Lembaga ini adalah lembaga resmi kerajaan yang sesuai pakemnnya, bukan dewan adat,” tandas Gusti Nino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya