SOLOPOS.COM - Batik Solo Trans (BST) Solo (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO—Kehadiran Batik Solo Trans (BST) yang diluncurkan sejak tahun 2010 ternyata belum menjadi pilihan kaum difabel. Berdasarkan survei Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Solo, jumlah penumpang difabel di koridor I masih sangat minim.

Bahkan, angkanya tak mencapai 1% dari total jumlah penumpang per hari yakni 3.000 orang. “Hanya nol koma sekian persen,” ucap Kepala Dishubkominfo, Yosca Herman Soedrajad, saat ditemui di kawasan Laweyan, Sabtu (14/12/2013).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pihaknya mengakui aksesibilitas masih menjadi kendala difabel dalam memanfaatkan armada. Padahal, kalangan difabel sebenarnya ikut dibidik menjadi segmen pasar BST.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, selter BST yang dilengkapi ram atau tangga miring masih bisa dihitung dengan jari. Mayoritas selter masih menggunakan tangga berundak yang menyulitkan difabel berkursi roda mengakses layanan. Selain itu, luas selter portabel terlalu sempit sehingga menyulitkan calon penumpang.

“Memang tidak semua selter bisa dilengkapi ram. Kami terkendala teknis di lapangan,” ujarnya.

Yosca mengatakan selama ini pembangunan selter memanfaatkan trotoar yang ada di samping jalan. Dia menyebut sebagian trotoar tak memiliki ruang yang memadai untuk fasilitas ram. Sejumlah jalan seperti Jl. Yosodipuro bahkan tak memiliki trotoar.

“Membuat selter ramah difabel butuh tempat yang luas dan panjang. Padahal tidak semua trotoar mendukung hal ini. Saat kami memakai ruang-ruang publik, banyak penolakan karena dianggap nutupi usaha di belakangnya,” keluh dia.

Namun demikian, pihaknya berkomitmen menyediakan selter ramah difabel di titik-titik keramaian publik seperti stasiun, terminal dan pusat perbelanjaan. Sejauh ini selter dengan fasilitas memadai telah dibangun di beberapa lokasi seperti Stasiun Balapan dan Purwosari.

Penyandang difabel yang juga Sekretaris Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Solo, Shemmy Samuel Rory, belum melihat kebijakan yang terarah terkait transportasi bagi kaum difabel. Menurutnya, peluncuran bus Begawan Abiyasa beberapa waktu lalu lebih kental aspek politis dibanding pelayanan difabel. “Cuma ada dua, itu pun bekas,” cetusnya.

Shemmy mengakui selama ini kalangan disabilitas masih kesulitan mengakses moda transportasi. Dia mengatakan kaum difabel yang mampu biasa menyiasati hal itu dengan memodifikasi sepeda motor menjadi roda tiga.

Sedangkan difabel kurang mampu harus pasrah mengandalkan transportasi umum meski kesulitan. “Harusnya BST bisa hadir bagi mereka.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya