SOLOPOS.COM - Warga membikin kue apam di rumahnya di Jatinom, Klaten, Selasa (15/10/2019). (Solopos-Ponco Suseno)

Solopos.com, KLATEN — Puncak tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten, bakal digelar, Jumat (16/9/2022). Menjelang puncak tradisi yang sudah berlangsung empat abad itu, banyak pedagang apam dadakan di sepanjang jalan menuju Masjid Besar Jatinom.

Camat Jatinom, Wahyuni Sri Rahayu, mengatakan apam menjadi ciri khas pada tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu. Saat menjelang puncak tradisi seperti saat ini, banyak pedagang dadakan yang berjualan apam di sepanjang jalan menuju kompleks makam Kyahi Ageng Gribig. Mayoritas pedagang apam adalah warga Jatinom.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Lebih dari 50 orang. Biasanya mereka buka jualan di depan rumah masing-masing,” kata Wahyuni, Rabu (14/9/2022).

Salah satu warga di Jatinom, Klaten, Suti, 51, mengaku selalu memanfaatkan menjelang tradisi Yaa Qawiyyu dengan menjual apam. Hal itu sudah berlangsung sejak 10 tahun terakhir.

Suti dibantu sekitar tujuh ibu membikin sendiri apam dengan menyajikan apam dalam empat varian rasa, yakni original, cokelat, gula Jawa, dan nangka. Bahan baku utama membuat apam di antaranya tepung beras, gula pasir, serta telur.

Baca Juga: Makna Apam Dibalik Tradisi Yaa Qawiyyu di Jatinom Klaten

Suti berjualan apam hanya saat menjelang perayaan tradisi itu. Dia berjualan apam di depan rumahnya yang berlokasi tak jauh dari Masjid Besar Jatinom atau kompleks Makam Kyahi Ageng Gribig.

“Saat momentum Saparan [tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu juga dikenal dengan nama Saparan], saya jualan minimal selama satu pekan, maksimal 10 hari,” kata Suti.

Pembeli berdatangan dari berbagai daerah. Selain warga sekitar Jatinom, pembeli berasal dari para pendatang termasuk peziarah.

Baca Juga: Sejarah Saparan Yaa Qawiyyu di Jatinom Klaten

Suti pun sudah kebanjiran order apam. Suti menjual per biji apam buatannya Rp1.500. Dia juga menjual apam dalam satu paket berisi tujuh apam seharga Rp10.000.

Suti menjelaskan saat hari biasa, dia mengolah sekitar 15 kg tepung beras. Mendekati hari H tradisi sebaran apam, jumlah bahan baku yang dia olah bertambah, apalagi saat hari sebaran apam yang biasanya dilakukan pada Jumat.

“Kalau sudah mendekati puncak tradisi sebaran apam biasanya para pendatang serta pejalan kaki semakin banyak yang beli. Saya bisa mengolah 50 kg tepung beras. Saat Kamis atau H-1 tradisi sebaran apam, saya bisa mengolah 200 kg. Bahkan saat hari H bisa sampai 300 kg. Tergantung kemampuan yang mencetak,” kata Suti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya