SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja sedang menggiling gabah menjadi beras di sebuah penggilingan padi kecil di wilayah Sragen Kota, Sragen, Sabtu (2/9/2023). (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Harga beras dan gabah yang memecahkan rekor tertinggi sepanjang sejarah perberasan berdampak pada penggilingan padi di Sragen. Dari 200 penggilingan padi skala menengah ke bawah, lebih dari 50% di antaranya gulung tikar. Mereka kalah bersaing dengan perusahaan besar mengingat barang terbatas dan harga melangit.

Kondisi itu disampaikan Wakil Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sragen, Widyastuti, saat ditemui wartawan di sela-sela pertemuan para pengusaha beras di Sragen, Minggu (3/9/2023) malam. Wiwid, sapaannya, menyampaikan para pengusaha penggilingan padi tidak menginginkan kondisi seperti sekarang ini. Keberadaan pabrik-pabrik beras besar itu memengaruhi kelangsungan operasional penggilingan padi kecil karena kapasitas produksi mereka bisa tembus 1.000 ton.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Sementara stok gabah terbatas dan harganya naik terus. Harga gabah kering panen (GKP) sekarang tembus Rp7.500/kg untuk panen pakai combine harvester dan Rp7.200/kg untuk panen pakai thresser. Harga GKP itu rekor tertinggi dalam sejarah perberasan di Indonesia. Dengan harga tinggi itu petani di Sragen tidak bisa menikmati karena belum ada yang panen saat ini,” ujar Wiwid.

Ia menambahkan pengusaha beras lain yang bertahan harus mencari gabah tidak hanya di Sragen tetapi sampai Ngawi dan Sukoharjo. Saat Sragen panen raya, bakul beras dari Indramayu, Jawa Barat dan Jawa Timur masuk semua. Sehingga, dalam sebulan gabah di Sragen habis diserbu pengusaha itu.

Wiwid meminta pabrik-pabrik besar itu bisa bekerja sama dengan penggilingan padi kecil. Dia menerangkan kerja sama itu berupa adanya pembatasan pembelian GKP untuk perusahaan besar, selebihnya bisa beli bahan beras PK atau beras grosor. Dengan pola kerja sama seperti itu, harap dia, pengusaha penggilingan padi kecil itu bisa jalan dan sama-sama hidup.

Dia melihat gabah sekarang menjadi rebutan sementara kapasitas panen padi tidak bertambah.Akhirnya hukum pasar berjalan dan penggilingan padi kecil tidak bisa bersaing.

Dia menginginkan pemerintah memperhatikan produksi gabah agar petani bisa menikmati harga, senang garap sawah. Dia salut dengan petani yang tetap garap sawah meskipun di musim kemarau. Dia juga meminta pemerintah menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dan dipermudah akses bibit dan sebagainya.

“Sekarang produksinya berkurang. Biasanya per hektare bisa 7-8 ton, sekarang tinggal 6-7 ton per hektare. Dengan harga tinggi itu, kami pun nyaris tidak mengambil untung, satu rit itu bisa rugi sampai Rp3,5 juta untuk produksinya,” jelasnya.

Pengusaha penggilingan padi asal Kecamatan Jenar, Daryanti, menyampaikan usahanya seperti hidup segan mati pun tak mau.  Alat produksi tersedia, bahkan sudah modern karena pakai listrik, tetapi sulit mencari gabah. Ia tak bisa meliburkan pekerja karena kasihan. “Kalau nekat ya sama saja bunuh diri” ujarnya.

Pengusaha penggilingan padi asal Kecamatan Masaran, Rosyid Ridho, mengatakan yang berani bersaing maka merekalah yang bisa bertahan. “Kalau perusahaan besar punya modal, punya tempat, dan manajemennya bagus. Sementara penggilingan kecil modal terbatas, gudang terbatas. Penggilingan padi kecil bisa punya gudang 100 ton saja sudah hebat,” katanya.

Dia meminta pemerintah membatasi pertumbuhan pabrik-pabrik besar supaya tidak mematikan penggilingan padi kecil. Dia mengatakan para penggilingan padi banyak yang gulung tikar itu, padahal mereka masih punya angsuran bank yang lumayan nominalnya.

“Kami prihatin. Pemerintah harus turun tangan. Solusi terbaik bagaimana? Kami tidak menyalahkan pabrik besar tetapi mereka bisa tahu kondisi kami,” pintanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya