SOLOPOS.COM - Buruh tani memanen padi di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Selasa (28/2/2023). Harga gabah basah panen di tingkat petani anjlok menjadi Rp4.200/kg. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Para petani di Wonogiri memilih menunda menjual hasil panen mereka menyusul anjloknya harga gabah basah panen (GBP) dan gabah kering panen (GKP) di tingkat petani.

Selain faktor cuaca, harga gabah turun signifikan dipengaruhi penetapan harga batas atas gabah dan beras oleh Badan Pangan Nasional. Petani memilih menahan gabah mereka sampai harga dinilai bisa menguntungkan.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sebagai informasi, Badan Pangan Nasional bersama pelaku usaha penggilingan padi menyepakati harga batas atas pembelian gabah dan beras menjelang masa panen raya padi Maret 2023.

Harga batas atas GKP di tingkat petani ditetapkan Rp4.550/kg dan batas atas GKP di penggilingan seharga Rp4.650/kg.  Sementara harga beras di Gudang Perum Bulog Rp9.000/kg. Ketentuan harga tersebut mulai berlaku sejak 27 Februari 2023 sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Petani asal Desa Pule, Selogiri, Wonogiri, Sunar, mengatakan harga gabah basah panen (GBP) saat ini Rp4.200/kg. Harga tersebut turun drastis dibanding beberapa pekan lalu yang masih lebih dari Rp5.000/kg GBP.

Kondisi itu membuat Sunar berpikir ulang untuk menjual gabahnya saat ini dan memilih menahan gabah hasil panennya sampai harga kembali naik. Saat ditemui Solopos.com, Selasa (28/2/2023), di sawahnya di Selogiri, Sunar sedang memanen padi.

“Saya tahan dulu. Tidak saya jual gabahnya. Akan saya simpan di rumah. Kalau dijual sekarang rugi. Baru akan saya jual kalau harganya sudah naik. Kemarin itu padahal harganya sampai lebih Rp5.000/kg untuk GBP,” kata Sunar. 

Sunar memiliki lahan sawah seluas 5.000 meter persegi. Lahan seluas itu bisa menghasilkan GBP minimal 2 ton. Dengan harga GBP saat ini senilai Rp4.200/kg, hasil penjualan gabah basah petani asal Selogiri, Wonogiri, itu sekitar Rp8,4 juta.

Keuntungan Minim

Keuntungan dari hasil penjualan itu, menurut Sunar, tidak sebanding dengan biaya produksi. Ia menyebut untuk biaya jasa panen dan tleser (merontokkan padi) saja mencapai Rp1,6 juta. Belum biaya produksi dari saat tanam, pemupukan hingga perawatan lainnya.

Sunar mengatakan hanya akan menjual gabahnya ketika harga di Wonogiri minimal Rp4.500/kg. Dia memprediksi harga gabah akan naik saat Lebaran karena kebutuhan konsumsi beras juga akan naik.

Hampir senada disampaikan Tuwuh Widodo. Petani asal Jatisrono, Wonogiri, itu mengatakan saat ini harga gabah basah panen di wilayahnya turun jadi Rp4.000/kg. Padahal sebulan lalu harga GBP masih Rp5.000/kg.

Widodo menambahkan petani yang memiliki banyak modal dan pekerjaan sampingan akan memilih menahan gabahnya sampai harga dinilai menguntungkan. Karena kalau dijual sekarang untungnya tidak seberapa.

Widodo menggarap sawah seluas lebih kurang 3.000 meter persegi dengan hasil produksi 1,5 ton gabah basah. Dengan harga saat ini, hasil penjualan gabahnya hanya sekitar Rp6 juta.

Padahal biaya produksi selama lebih dari tiga bulan masa tanam hampir Rp5 juta. “Untungnya enggak seberapa. Malahan enggak bisa dibilang untung. Soalnya itu belum menghitung biaya tenaganya,” ucap dia.

Dikutip dari laman wonogirikab.bps.go.id, data statistik pertanian tanaman pangan terintegrasi dengan metode kerangka sampel area (KSA) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menyebut luas panen padi di Wonogiri mencapai 62.444 hektare.

Sementara produksi padi mencapai 347.804 ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras, maka produksi beras mencapai 198.977 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya