SOLOPOS.COM - Kusno tetap membuat tahu meski sebagian perajin mogok produksi akibat harga kedelai yang melonjak (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Kusno tetap membuat tahu meski sebagian perajin mogok produksi akibat harga kedelai yang melonjak (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Kusno tetap membuat tahu meski sebagian perajin mogok produksi akibat harga kedelai yang melonjak (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN — Disaat sejumlah perajin dan pengusaha tahu tempe di beberapa wilayah mogok produksi akibat harga kedelai naik, namun hal itu tak berlaku bagi Kusno, 50, warga Tegalweden, Tegalgondo, Klaten. Ia tetap membuat tahu meski harga kedelai yang makin mahal.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Seperti yang dilakukan, Senin (9/9/2013), Kusno tetap beraktivitas membuat tahu di kediamannya.

Kusno memilih memproduksi tahu karena itu merupakan satu-satunya pekerjaan yang dia miliki. Apalagi, dia harus menafkahi keluarganya seorang diri.
“Kalau berhenti bekerja, saya tidak mendapatkan uang dan akhirnya tidak bisa makan,” ungkapnya kepada wartawan di lokasi, Senin.

Pihaknya juga mengaku masih menjual tahu. Namun, dia hanya menjual tahu di rumah, bukan di Pasar Tegalgondo seperti biasanya.

Dia mengaku prihatin dengan harga kedelai impor yang melambung tinggi hingga mencapai Rp9.500/Kilogram. Padahal, hampir setiap hari dia membutuhkan kedelai sebagai bahan baku utama membuat tahu.

Dalam sehari, dia biasa menghabiskan sekitar 40 Kg kedelai impor dan menghasilkan empat ember yang telah berisi tahu. Masing-masing ember memiliki berat sekitar 7 Kg tahu.

Sebenarnya, dia mengaku tidak masalah untuk menggunakan kedelai lokal yang harganya lebih murah, yakni sekitar Rp8.500/Kg. Sebab, kualitasnya tidak jauh berbeda dengan kedelai impor.

“Namun, saat ini kedelai lokal sangat sulit diperoleh di pasar, sehingga terpaksa menggunakan kedelai impor,” imbuhnya.

Mahalnya harga kedelai impor beberapa pekan terakhir membuat penghasilan dan keuntungannya menurun. Dia sempat mengurangi ukuran tahu yang dijual, namun tetap saja hampir merugi. “Keuntungannya bisa menurun hingga 50 persen,” paparnya.

Meski demikian, pihaknya enggan untuk menaikkan harga tahu di pasaran. Pasalnya, jika harganya dinaikkan, pelanggan akan lari dan tidak mau membeli tahu.

Hal itu tentu saja membuat perajin tahu maupun tempe menjadi rawan gulung tikar. Dia berharap pemerintah segera menstabilkan harga kedelai di pasaran agar perajin bisa kembali berwirausaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya