SOLOPOS.COM - Petani kopi robusta asal Puhpelem, Wonogiri, menunjukkan biji kopi robusta puhpelem di Kantor Dispertan Pangan Wonogiri, Rabu (21/6/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Harga jual biji kopi hasil panen petani di Wonogiri terus meningkat. Kenaikan harga itu dibarengi peningkatan penjualan. Petani lebih tergoda menjual kopi kualitas rendah. Mereka pun ada yang mendapatkan untung hingga dua kali lipat.

Petani kopi robusta asal Nguneng, Puhpelem, Wonogiri, Mulyono, mengatakan harga biji kopi terus menunjukkan tren kenaikan sejak awal 2023. Harga jual kopi asalan (tidak dipetik merah) saja sudah mencapai Rp48.000/kg-Rp50.000 kg.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Harga itu naik 100% dibanding tahun lalu yang paling mahal hanya Rp25.000/kg. Dia menjelaskan saat musim panen pada Juni 2023 lalu, harga jual biji kopi kualitas asalan itu sudah mencapai Rp32.000/kg.

Kenaikan harga kopi di Wonogiri itu disebut lantaran hasil panen pada 2023 ini tidak sebanyak tahun-tahun lalu. Banyak petani di berbagai daerah mengalami penurunan kuantitas panen karena faktor cuaca.

“Ini harganya naik terus. Jujur saja, kami untung banyak, bisa dua kali lipat dibannding biasanya. Kalau saya sendiri, lebih banyak jual bubuk kopinya. Kalau dihitung dalam sebulan bisa setara 30 kg kopi,” kata Mulyono saat dihubungi Solopos.com, Minggu (22/10/2023).

Mulyono melanjutkan kopi robusta asal Nguneng banyak dijual ke Malang, Jawa Timur dan Jakarta. Dia mengakui petani kopi di Nguneng saat ini lebih tergiur menjual kopi asalan atau tanpa sortiran.

Hal itu lantaran harga kopi robusta asalan sudah tinggi bahkan hampir sama dengan kopi yang dipetik merah. Di sisi lain, proses pascapanen kopi asalan lebih cepat dan mudah.

Keuntungan Warung Kopi Turun

Maka wajar petani Wonogiri lebih memilih menjual dengan kopi kualitas penyortiran yang rendah dengan harga yang tinggi. Kendati begitu, para petani tidak kesulitan menjual kopi mereka ke pasaran. Justru saat ini penjualan kopi para petani tengah meningkat.

“Memang di sini masih banyak yang jual asalan. Enggak mungkin mereka langsung jual produk kualitas premium, apalagi alat di sini masih manual semua. Walaupun begitu, karakteristik kopi robusta Nguneng ini cukup kuat. Harga kopi segini itu paling tinggi selama ini,” ujar dia.

Petani kopi robusta lain asal Brenggolo, Jatiroto, Wonogiri, Heri, menyampaikan harga jual bisa kopi robusta petik merah sudah mencapai sekitar Rp50.000/kg-Rp55.000/kg. Harga itu hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan kopi yang dipetik dan dijual asalan.

Kondisi itu membuat sejumlah petani lebih memilih menjual kopi kualitas rendah. “Kalau terus begitu, dikhawatirkan merusak citra dari mana kopi itu berasal. Brand kopi daerah itu akan dinilai jelek,” kata Heri.

Dia menambahkan kelompok tani kopi di Brenggolo sudah menjalin komunikasi yang baik agar hal itu tidak terjadi. Antaranggota kelompok juga memberikan pemahaman agar tetap menjaga kualitas kopi dan tidak tergiur dengan kenaikan harga kopi.

Pelaku usaha warung kopi Wonogiri, Yosep Bagus, menyatakan kenaikan harga kopi ini dipengaruhi panen kopi di berbagai wilayah di Indonesia yang menurun. Konsumen kelas industri yang biasanya membeli kopi asalan pun kekurangan pasokan.

Mereka terpaksa membeli kopi yang lebih berkualitas. Permintaan kopi pun semakin meningkat. Sedangkan ketersediaannya semakin menipis. “Ini yang buat kopi mahal. Ya jujur saja, margin keuntungan di kedai kopi saya jadi turun,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya