SOLOPOS.COM - Tradisi Labuhan Ageng Mapag 1 Suro di Pantai Sembukan, Paranggupito, Wonogiri, digelar pada hari ini Selasa (18/7/2023) mulai pukul 13.00 WIB. (Istimewa/Desa Wisata Paranggupito)

Solopos.com, WONOGIRI — Tradisi Labuhan Ageng Mapag 1 Suro di Pantai Sembukan, Paranggupito, Wonogiri, digelar pada hari ini Selasa (18/7/2023) mulai pukul 13.00 WIB. Dalam tradisi itu, warga Paranggupito melarung kepala sapi ke laut sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas kelimpahan berkah yang diberikan Tuhan.

Kepala Desa Paranggupito, Dwi Hartono, mengatakan tradisi Labuhan Ageng digelar rutin setiap tahun pada pergantian tahun Hijirah di Paranggupito. Dia menjelaskan sebelum melarung kepala sapi ke laut, para tokoh masyarakat, warga, dan juru kunci bakal melakukan kirab dari desa menuju pantai.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Para peserta kirab mengenakan pakaian tradisional Jawa. “Yang dilarung itu kepala sapi, ekor, dan kakinya,” kata Dwi kepada Solopos.com, Senin (17/7/2023).

Menurut Dwi, tradisi Labuhan Ageng merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Paranggupito, Wonogiri, kepada Tuhan karena telah memberikan penghidupan layak, menumbuhkan pertanian dan menghidupkan ternak sehingga bisa dimanfaafkan masyarakat.

Selain itu, laut juga memberikan penghidupan kepada sebagian warga Paranggupito. Mereka mendapatkan penghasilan dari budidaya atau menangkap lobster dari Pantai Sembukan dan sekitarnya.

Di sisi lain, meski bukan menjadi pekerjaan dan komoditas utama, ikan dari laut selatan Wonogiri juga turut menghidupi sebagian warga Paranggupito. “Oleh karena itu, hal ini sebagai bentuk rasa syukur kami kepada Tuhan, kepada alam,” ujar dia.

Dia melanjutkan tradisi ini sudah turun temurun dari nenek moyang. Warga Paranggupito, Wonogiri, tidak tenang jika tradisi Labuhan Ageng ini tak digelar. Dwi menerangkan sapi menjadi hewan yang dilarung karena banyak dipelihara warga Paranggupito. Sapi juga menjadi simbol keberkahan.

“Dalam peternakan, sapi ini merupakan ternak yang memiliki level paling tinggi. Oleh sebab itu, kepala sapi dilarung karena menyimbolkan keberkahan sekaligus simbol kemakmuran warga,” ucapnya.

Pentas Budaya hingga Wayang Kulit

Dwi menambahkan selain Labuhan Ageng, pada perayaan pergantian tahun baru Hijriah itu, warga juga menggelar pentas budaya mulai dari anak-anak hingga dewasa pada siang hari dan pergelaran wayang kulit pada malam hari.

“Ritual melarung dilaksanakan pada Selasa sore,” ucap dia. Dia menyebut pada malam pergantian tahun atau malam 1 Sura, Pantai Sembukan biasanya menjadi tempat bermeditasi atau semacamnya bagi orang-orang dari berbagai daerah.

“Bahkan kalau awal Sura, mereka bisa berhari-hari di Pantai Sembukan. Beritual sesuai dengan kepercayaan masing-masing,” kata dia.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wonogiri, Eko Sunarsono, menyampaikan tradisi Labuhan Ageng di Paranggupito itu menarik dibandingkan tradisi serupa di tempat lain. Di tempat-tempat lain, tradisi ini digelar lantaran sebagian masyarakat di tempat itu mengandalkan kehidupan dari hasil laut.

Laut benar-benar dianggap menjadi tempat yamg penting bagi mereka. Oleh karena itu, laut perlu dilabuhi dengan komoditas-komoditas peternakan atau pertanian sebagai wujud syukur.

“Sementara di Paranggupito, laut itu tidak begitu memberikan penghasilan kepada warga setempat. Warga di sana justru sebagian besar hidup dari pertanian. Mereka yang menggantungkan hidup dari laut itu hanya segelintir orang karena kondisi laut di sana memang tidak memungkinkan untuk orang mencari ikan di sana, menjadi nelayan. Maka dari itu, ini cukup unik,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya