SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS (JIBI/Reuters/Dok.)

HIV/AIDS Solo menjadi perhatian karena adanya anak-anak dengan HIV/AIDS yang mengalami diskriminasi.

Solopos.com, SOLO — Pengelola Rumah Singgah Lentera mendesak Pemkot Solo memberikan solusi konkret atas diskriminasi yang dialami anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA). Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa meminta Pemkot memfasilitasi ADHA telantar.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pengelola Rumah Singgah Lentera, Yunus Prasetyo, menilai Pemkot Solo belum memiliki iktikad baik menyelesaikan diskriminasi yang dialami ADHA. Diskriminasi mencuat setelah belasan ADHA ditolak warga Kedunglumbu, Pasar Kliwon, Minggu (6/12/2015).

”Sudah dua tahun pengusiran demi pengusiran diterima anak-anak. Kami tidak terima,” terangnya di lokasi rumah singgah baru, Senin (7/12/2015).

Yunus mengutarakan perhatian Pemkot dalam memberikan fasilitas dan dukungan finansial untuk ADHA di Rumah Singgah Lentera tahun ini belum ada lantaran terganjal regulasi pencairan dana hibah harus lewat lembaga berbadan hukum.

Dengan rata-rata kebutuhan sembilan anak singgah dan delapan anak perawatan jalan di tempatnya, dibutuhkan paling tidak Rp5 juta sampai Rp6 juta tiap bulan.

Selama ini kebutuhan ADHA dipenuhi dari uang patungan pengelola dan sukarelawan Rumah Singgah Lentera. Selain itu ada donatur tetap dari kelompok pecandu narkoba, lesbi, gay, transgender, anak-anak jalanan, sampai pekerja seks komersial. ”Justru dukungan terbesar kami datang dari kaum yang juga didiskriminasi,” paparnya.

Opsi tawaran menginap di ruang pertemuan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Disnosnakertrans) tidak cukup representatif bagi ADHA. Dia mengatakan ADHA bisa berkecil hati jika tinggal di kantor atau tempat terpencil yang dipisah dari masyarakat.

Yunus menyebutkan minimnya edukasi pemerintah kepada warga mengenai penularan HIV/AIDS menjadi penyebab ADHA dan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terus-menerus mendapatkan penolakan dari lingkungan setempat.

Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Solo, Tommy Prawito, mengakui sosialisasi dan pencegahan HIV/AIDS baru menjangkau 60% masyarakat Solo. Tommy menagih janji warga peduli AIDS (WPA) yang tersebar di seluruh kelurahan di Solo untuk aktif bergerak menyosialisasikan bahaya serta antisipasi penularan HIV/AIDS.

”Camat dan Lurah juga harus turun tangan menangani masalah diskriminasi ini. Semua harus turun tangan karena ini menjadi kewajiban mereka sesuai arahan Mendagri,” kata dia.

Mensos Khofifah Indar Parawansa mengatakan persoalan utama dalam menangani ADHA dan ODHA adalah adalah kurangnya pemahaman masyarakat.

”Sebagian besar masyarakat tidak menerima informasi dengan baik soal HIV/AIDS sehingga muncul stigma negatif di lapangan. Kami meminta Pemkot membantu 17 ADHA yang telantar itu,” ujar Khofifah saat ditemui wartawan seusai memberikan kuliah umum materi Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak di acara Kongres IPNU dan IPPNU di Asrama Haji Donohudan, Ngemplak, Boyolali.

Khofifah mejelaskan persoalan mengenai ODHA dan ADHA tidak bisa dipantau dari pusat sehingga paran pemerintah daerah sangat penting.

Dia meminta pemerintah daerah mengandeng dokter, sukarelawan, pegiat ODHA untuk membantu memberikan pemahaman terkait ODHA. ”Warga tidak perlu khawatir berlebihan tetapi harus ada komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya