SOLOPOS.COM - ilustrasi (Burhan Aris Nugraha/dok)

ilustrasi (Burhan Aris Nugraha/dok)

SUKOHARJO—Home industry batik di Banaran, Grogol, Sukoharjo, hingga kini tak ada yang mempunyai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di desa tersebut. Limbah batik biasanya langsung dibuang ke sungai. Padahal hal tersebut dapat merusak lingkungan sungai.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Menurut Kepala Desa Banaran, Suparminto, saat ditemui solopos.com di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu, banyak warga Banaran yang memiliki home industry batik. Namun di Banaran belum ada satu pun IPAL dibangun untuk menampung limbah home industry tersebut.

Salah satu pengrajin batik di Ngenden, Banaran, Tarti, 56, membenarkan di wilayahnya belum terdapat IPAL. Menurut dia, selama ini dia dan pengrajin batik yang lain membuang limbah langsung ke sungai.
“Di sini belum ada IPAL. Limbah batik langsung di buang ke sungai karena dekat dengan sungai. Alasan itu pula [dekat dengan sungai] sehingga pengrajin di sini tidak terlalu memikirkan untuk membangun IPAL. Apalagi di sini hanya home industry jadi memang kurang memikirkan hal itu,” kata Tarti, saat ditemui Espos di tempat usahanya, Rabu (16/1/2013).

Namun seandainya akan dibangun IPAL, dia mengungkapkan akan lebih baik karena limbah tidak akan langsung ke sungai.

Sementara itu, Ketua Pascasarjana Lingkungan Hidup UNS, Prabang Setyono, saat dihubungi Espos, mengungkapkan walau home industry tapi jika limbah terus menumpuk hal tersebut akan menjadi toxic atau racun karena limbah mengandung logam berat. “Apabila air terus terpapar zat warna dan melebihi baku mutu tentu akan menjadi toxic [racun]. Kondisi air yang seperti itu tentu akan merusak ekosistem di sungai dan tidak dianjurkan untuk mandi, cuci, kakus (MCK) maupun untuk diminum,” ungkap Prabang.

Prabang mengatakan apabila struktur tanah mudah menyerap air, bagi sumur dengan radius 10 meter hingga 20 meter dari sungai sangat mudah tercemar seperti di Solo. Dia menilai, karena Banaran sangat dekat dengan Solo dan hanya dipisahkan sungai, kemungkinan memiliki struktur tanah yang sama yakni air mudah meresap ke dalam tanah. Hal tersebut berarti air limbah sangat mudah mencemari sumur penduduk yang tinggal di dekat aliran sungai.

“Untuk home industry alternatif solusi yang baik adalah dengan membangun IPAL komunal yang bisa menampung limbah dari 10-20 pengrajin batik. Hal tersebut supaya tidak memberatkan pemerintah yang ingin membangun IPAL atau mungkin masyarakat berinisiatif ingin membangun IPAL secara swadaya,” imbuh Prabang.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sukoharjo, Bambang Darminto, mewakili Plt BLH, Joko Triyono, mengungkapkan tahun ini pihaknya berencana membangun IPAL di Banaran. Tapi rencana tersebut belum dapat direalisasikan karena usulan pembangunan IPAL yang diajukan ke Provinsi Jateng ditolak.

“Tahun ini kami sudah mengajukan pembangunan IPAL di Banaran, kami ajukan di anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi tapi belum bisa terdanai. Dari Rp90 miliar yang diajukan Sukoharjo ke APBD Prov hanya disetujui Rp28 miliar, salah satu pengajuan yang tidak mendapat dana adalah pembangunan IPAL di Banaran,” beber Bambang.

Menurut dia, sulitnya mendapat dana tersebut karena tahun ini bertepatan dengan pemilihan gubernur (pilgub) sehingga banyak dana yang tersedot ke sana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya