SOLOPOS.COM - Dua siswi SMK Kasatriyan Kartasura, Sukoharjo tengah merapikan ranjang di hotel tempat mereka melakukan praktik kerja (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO — BPC PHRI Solo meminta Pemkot Solo mempertimbangkan moratorium pemberian izin baru mendirikan hotel. Desakan itu dikemukakan Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPC PHRI) Solo melalui surat pernyataan sikap BPC PHRI Solo atas Rencana Larangan Rapat/Meeting bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Rencana Kenaikan BBM.

Surat pernyataan sikap itu muncul pada pertemuan yang dihadiri sejumlah pelaku usaha perhotelan yang terdiri atas general manager hotel berbintang di Solo dan anggota BPC PHRI Solo, di Hotel Riyadi Palace, Senin (17/11/2014). Sejumlah pihak hadir pada kesempatan itu, seperti Ketua BPC PHRI Solo Abdullah Suwarno, pejabat Humas BPC PHRI Solo, M.S.U. Adji, Wakil Ketua PHRI Jawa Tengah, Purwanto Yudhonagoro dan Bambang Mintosih, dan sejumlah GM hotel berbintang di Solo.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Mereka juga meminta pemerintah pusat meninjau kembali kebijakan pelarangan MICE pemerintah tersebut karena dinilai berimbas pada perekonomian rakyat, sumber pendapatan asli daerah (PAD) Kota Solo, dan lain-lain. Sektor perhotelan menyumbang pajak sekitar Rp40 miliar dan restoran Rp20 miliar per tahun untuk PAD.

Abdullah Suwarno menuturkan BPC PHRI Solo mendukung program pemerintah melakukan penghematan anggaran dan lain-lain. Namun dia menilai kebijakan ini akan merugikan dunia usaha kepariwisataan. “Tapi Pemkot Solo juga jangan sepihak membuka kran izin usaha hotel. Pemkot harus mempertimbangkan pembagian kue. Mereka [Pemkot Solo] jangan hanya berpikir tentang peningkatan PAD. Kami mengusulkan moratorium izin baru untuk hotel,” kata Abdullah di Riyadi Palace Hotel Solo, Senin (17/11/2014).

Pertumbuhan Kamar
Wakil Ketua PHRI Jateng yang juga sebagai General Manager Corporate PT Lor International Hotel (LHI), Purwanto Yudhonagoro, menambahkan kebijakan pelarangan itu menimbulkan keresahan bagi sejumlah pelaku usaha. Bukan hanya hotel tapi juga Asita, maskapai penerbangan, dan lain-lain. Apalagi pertumbuhan kamar timpang dengan pertumbuhan kedatangan tamu yakni 139% dan 30%.

Sejumlah pelaku usaha memang memberikan respons beragam terkait kebijakan itu. Ada yang menyatakan pelaku usaha harus memutar otak dan berpikir kreatif menggarap pasar MICE selain pemerintah. Namun patut diakui bahwa belum semua hotel menggarap pasar MICE selain pemerintah sebelum kebijakan itu muncul. Hal itu dinilai menghambat pertumbuhan hotel.

Bahkan sejumlah hotel mengaku sudah menerima pembatalan acara pemerintah akibat kebijakan itu. Mereka menanggung rugi hingga miliaran rupiah. “Kami membangun solidaritas ke dalam bahwa tidak bisa bersaing secara bebas, tidak beretika [persaingan harga],” kata dia.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya