Soloraya
Senin, 8 Januari 2024 - 16:49 WIB

Hukum Pasutri Beda Pilihan Capres di Pemilu 2024, Begini Kata Ketua PCNU Solo

Kurniawan  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua PCNU Solo Mashuri mendukung langkah Polresta Solo menindak pengendara motor dengan knalpot brong. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO—Kondisi politik Pemilu 2024 dengan adanya tiga pasang capres-cawapres membuat calon pemilih terbelah menjadi tiga kelompok.

Perbedaan pilihan sesuatu yang wajar, dan tidak boleh membuat persatuan dan kesatuan bangsa, menjadi rusak. Termasuk di unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga. Keutuhan keluarga jangan rusak karena berbeda pilihan politik.

Advertisement

Ketua PCNU Kota Solo, Mashuri, mengatakan perbedaan pilihan politik dalam keluarga, baik antara suami dan istri (pasutri), maupun orang tua dengan anak, diperbolehkan dalam Islam. Yang terpenting tidak saling menjatuhkan atau bermusuhan.

“Berbeda pilihan dalam memilih pemimpin itu diperbolehkan, selama dengan akhlak dan adab yang baik. Jadi tidak saling menjatuhkan, tidak saling menjelekkan, tidak saling menghujat, apalagi bermusuhan,” ujar dia, Senin (8/1/2024).

Advertisement

“Berbeda pilihan dalam memilih pemimpin itu diperbolehkan, selama dengan akhlak dan adab yang baik. Jadi tidak saling menjatuhkan, tidak saling menjelekkan, tidak saling menghujat, apalagi bermusuhan,” ujar dia, Senin (8/1/2024).

Mashuri lebih menekankan kepada pentingnya untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga. “Satu keluarga itu beda-beda semua pilihan capres-cawapresnya boleh. Tapi tetap utamakan kerukunan, kebersamaan,” tutur dia.

Sedangkan bila ada anggota keluarga meminta anggota lain untuk memilih capres-cawapres tertentu, menurut Mashuri, harus dilakukan dengan cara yang baik. Sekali lagi tidak boleh menjelekkan capres-cawapres lain.

Advertisement

“Selama suami bisa menjelaskan pilihannya ditimbang mudarat maupun manfaatnya, kebaikannya, untuk agama dan negara ini, memang lebih baik, dari capres lainnya, tidak masalah. Dan istri bisa menerima, itu tidak masalah,” kata dia.

Namun, menurut Mashuri, akan lebih baik bila dalam menentukan pilihan capres-cawapres didiskusikan bersama oleh suami dan istri. Sehingga pada akhirnya akan muncul kesepahaman bersama, bukan justru pemaksaan.

“Lebih baik didiskusikan dengan baik, biar tidak ada pemaksaan. Diskusi by data, by fakta, by realita, yang bisa membawa manfaat untuk agama dan negara. Tapi saat dia punya pendapat lain, berbeda, ya tetap harus dihormati,” tegas dia.

Advertisement

Dalam mendiskusikan pilihan politik, Mashuri menekankan semua pihak harus mengedepankan kepala dingin. Sehingga pertimbangan-pertimbangan logis merujuk prestasi, kapasitas, kapabilitas, dan sebagainya, bisa dikaji matang.

“Tidak boleh dipaksakan. Harus diskusi kepala dingin, tidak memaksa, melihat prestasi rekam jejak saat menjabat apa pun. Baik kepala daerah, atau menteri, apa pun. Tapi bila tidak bisa diajak diskusi, dihormati saja pilihannya,” seru dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif