Soloraya
Senin, 17 Februari 2014 - 21:45 WIB

HUT KOTA SOLO : Bancakan 17 Jenang dari Yayasan Jenang Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah peserta mengikuti peringatan HUT ke-269 Kota Solo yang digelar Yayasan Jenang Indonesia di Rumah Sinten, Solo, Senin (17/2/2014). (Iskandar/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO– una memeringati hari ulang tahun (HUT) ke-269 Kota Solo, Yayasan Jenang Solo bancakan dengan sajian 17 jenis jenang (bubur). Panitia sengaja menyuguhkan jenang karena pada budaya Jawa, jenang kaya akan berbagai simbol.

“Ini hanya sebagai ungkapan rasa syukur kami, karena Kota Solo ternyata sudah berusia 269 tahun. Kami berharap ke dean Solo akan lebih baikm” ujar Ketua Dewan Pendiri Yayasan Jenang Indonesia, Slamet Raharjo ketika ditemui wartawan di sela-sela acara peringatan di Rumah Sinten, Solo, Senin (17/2/2014).

Advertisement

Acara diikuti 50 relawan, pengurus Yayasan Jenang Indonesia dan sejumlah tamu undangan lainnya. Kendati acara digelar sederhana namun berlangsung khidmad. Panitia menyuguhkan 17 macam jenang di antranya jenag gerendul, jenang sumsu, jenang lemu dan sebagainya.

Menurut Slamet pihaknya tertarik memeringati HUT Kota Solo dengan bancakan jenang karena jenang mempunyai makna simbolis yang menarik. Dia mengatakan para sesepuh Jawa dahulu sering kali menggunakan jenang untuk berbagai keperluan.

Dia mencontohkan saat orang habis menggelar hajatan besar, biasanya bancakan jenang sumsum. Mereka berharap dengan bancakan jenang sumsum akan bisa menghilangkan rasa letih dan lelah yang terasa sampai di sumsum.

Advertisement

Dia juga mengatakan jenang tertentu sebagai simbol pengingat manusia dengan Tuhan. “Jenang Sengkala yang terdiri atas empat warna mengandung maksud manusia harus bisa menjaga keseimbangan dan saling hormat-menghormati,” papar dia.

Semetara itu Pengawas Yayasan Jenang Indonesia, GPH Dipokusumo mengatakan pihaknya mendukung acara tersebut. Senada dengan Slamet dia menjelaskan jenang banyak dikenal masyarakat luas terutama masyarakat Jawa.

Karena sejak dulu kehidupan para leluhur dinilai tak bisa lepas dari keberadaan jenang. Dia berharap jenang yang merupakan makanan tradisi Jawa tak punah begitu saja terlindas dengan makanan produk impor yang menjamur seperti sekarang.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif