SOLOPOS.COM - Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Wabup Dedy Endriyatno memotong tumpeng ageng dalam puncak Hari Jadi Ke-270 Kabupaten Sragen di Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen, Jumat (27/5/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

HUT ke-270 Sragen dimeriahkan dengan pesta tumpeng di Alun-alun Sasana Langen Putra.

Solopos.com, SRAGEN – Sebanyak 270 tumpeng kecil tertata rapi mengelilingi tumpeng besar (ageng) setinggi 1 meter di pelataran Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Tumpeng-tumpeng itu dibawa para warga perwakilan dari 20 kecamatan, satuan kerja perangkat daerah (SKPD), intitusi pendidikan, dan swasta. Di lokasi yang terletak di antara dua air mancur kembar itulah berlangsung ritual tumpengan ageng Sukowati sebagai puncak perayaan Hari Jadi Ke-270 Kabupaten Sragen, Jumat (27/5/2016) pagi.

Gemuruh suara gamelan terdengar dari arah timur. Rombongan kirap berjalan dari Rumah Dinas Bupati Sragen. Mereka membawa tiang bertuliskan asal kecamatan mengikuti langkah Bupati Sragen Kusdinar Untung Sukowati, Wabup Dedy Endriyatno, dan pimpinan daerah lainnya. Tepukan tangan dan teriakan bocah-bocah sekolah dasar (SD) menggema di pinggir jalan sebagai sambutan atas bupati perempuan pertama di Bumi Sukowati itu. Tarian Batik Carnival dengan pakaiannya yang serba besar juga meramaikan kegiatan itu.

Tiba-tiba pasukan ala Mataram menghadang langkah merea. Prajurit itu menari dengan senjata gada dan tumbak. Mereka unjuk gigi sebagai hiburan sekaligus simbol perjalanan sejarah Sragen.

Mantan Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Sragen, Harjuno Toto, mengenakan pakaian khas priyayi Mataram. Harjuno berperan sebagai Pangeran Mangkubumi yang mengecek pasukannya. Sosok orang tua tiba-tiba datang menyerahkan bumbung atau bambu berisi legen dan diberikan atau dipasrahkan kepada Pangeran Mangkubumi.

“Mulai saat ini, daerah ini saya beri nama Sragen,” teriak Harjuno saat dalam opera singkat itu.

Rombongan Bupati bergerak menuju Alun-alun untuk melanjutkan prosesi tumpengan. Tumpeng besar dipotongnya dan diserahkan kepada salah satu siswa dari SDIT MTA sebagai perwakilan pelajar pelopor membaca dan pelajar berprestasi.

Seusai Bupati meninggal tumpengan, sontak para warga berduyun-duyun mengambili tumpeng kecil sesuai dengan nama daerah asalnya. Tumpeng besar yang berisi nasi, gudangan, telur, daging ayam, buah, dan seterusnya menjadi rebutan warga yang sejak pagi belum sarapan. Para wartawan pun ikut berebut isi tumpeng itu untuk mengisi perut. Dalam waktu kurang dari lima menit, tumpeng itu tinggal nasinya di bagian bawah tumpeng.

“Sragen di usia 270 tahun telah ditinggali prestasi oleh para pemimpin pendahulu, seperti Bapak Bawono, Untung Wiyono, dan Agus Fatchur Rahman. Mari kita doakan beliau-beliau agar tetap sehat. Tantangan Sragen ke depan tidak mudah. Di tengah prestasi yang sudah diraih mereka, sekarang tiba saatnya harus membuat inovasi yang lebih baik lagi terutama dalam pelayanan publik,” ujar Yuni, sapaan Bupati Sragen, dalam acara itu.

Yuni sempat melepas puluhan balon ke udara dan menyumbangkan buku secara simbolis ke perpustakaan daerah setelah mendeklarasikan Sragen sebagai Kabupaten Literasi.

Yuni juga melepas puluhan burung kutilang ke alam bebas sebagai simbol kebebasan. Yuni mengajak semua elemen masyarakat untuk menorehkan sejarah baru. Yuni menginginkan adanya kerja sama dan gotong-royong seperti tema Guyup Rukun Sesarengan Bangun Sukowati.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya