SOLOPOS.COM - Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, saat berbicara di depan ribuan kades dan perangkat desa dalam Sarasehan Kades se-Jawa Tengah di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin (5/6/2023). (Solopos.com-Humas Pemprov Jateng)

Solopos.com, WONOGIRI — Sebanyak 400 kepala desa atau kades dan perangkat desa di Wonogiri mengikuti sarasehan bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di GOR Jatidiri, Semarang, Senin (5/6/2023). Sepulang dari acara itu, para kepala desa mendapatkan pekerjaan rumah atau PR untuk menurunkan angka stunting dan kemiskinan di desa masing-masing.

Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Wonogiri, Zyqma Idatya Fitha, mengatakan ada 400 kepala desa/perangkat desa yang mengikuti sarasehan kepala desa se-Jawa Tengah dengan tema “Gotong Royong Membangun Kemandirian” di Semarang.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Mereka berangkat berombongan sesuai wilayah kecamatan masing-masing. Fitha menerangkan pada sarasehan itu Gubernur Ganjar menekankan para kepala desa agar menurunkan angka stunting dan kemiskinan ekstrem di wilayah masing-masing.

Kepala dan perangkat desa dinilai menjadi ujung tombak untuk menekan stunting dan kemiskinan karena langsung menghadapi warga. “Waktu akhir sarasehan lebih ditekankan agar desa ini bisa mengentaskan kemiskinan dan stunting,” kata Fitha saat ditemui Solopos.com, Selasa (6/6/2023).

Menurut dia, tugas menurunkan angka stunting dan kemiskinan yang menjadi PR pesanan Ganjar saat sarasehan itu sudah dilakukan kades dan pemerintah desa di Wonogiri. Sebab hal itu juga menjadi program prioritas Pemkab Wonogiri.

Pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada warga miskin, rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH), dan penanganan stunting sudah menjadi fokus kinerja pemerintah desa di Wonogiri. 

“Kalau melihat IDM [indeks desa membangun], enggak ada desa yang statusnya sangat tertinggal atau tertinggal, minimal berkembang. Per 2022, sudah ada 37 desa yang masuk kategori mandiri,” ujar dia.

71 Desa Miskin Esktrem

Data PMD Wonogiri, pada 2022 desa mandiri di Wonogiri sebanyak 37 desa, bertambah 23 desa dibandingkan 2021 lalu yang baru 14 desa. Sedangkan desa maju dan berkembang, masing-masing 152 desa dan 62 desa.

Kendati begitu, lanjut dia, berdasarkan data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dikeluarkan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Wonogiri masih ada 71 desa berstatus miskin ekstrem.

Pemkab Wonogiri sejauh ini belum ada intervensi khusus kepada 71 desa ekstrem tersebut. Perlakuan desa-desa itu masih sama dengan desa lain, yaitu pemberian BLT, rehabilitasi RTLH, dan program padat karya. 

Kepala Desa Bugelan, Kismantoro, Paryanto, mengungkapkan pada sarasehan itu Gubernur Ganjar Pranowo memang meminta pemerintah desa untuk serius menurunkan angka kemiskinan ekstrem dan stunting. Dia mengakui berdasarkan data P3KE Desa Bugelan masuk dalam desa miskin ekstrem.

Meski begitu, sampai saat ini dia masih bingung mengapa desanya masuk kategori itu. Padahal berdasarkan IDM, Desa Bugelan berstatus desa maju.

Sebagai informasi, data P3KE merupakan kumpulan informasi dan data keluarga serta individu anggota keluarga hasil pemutakhiran Basis Data Keluarga Indonesia pada 2021 di setiap wilayah pemutakhiran (RT/Dusun/RW) dan setiap tingkatan wilayah administrasi (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat).

Data itu tersimpan dalam file elektronik dan sudah divalidasi nomor induk kependudukan (NIK) oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berikut status kesejahteraannya.

Standar Pengeluaran Keluarga

Adapun yang dimaksud kemiskinan ekstrem menurut data P3KE  adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. 

Sementara itu, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan. Misalnya dalam satu keluarga terdiri atas empat orang yaitu ayah, ibu, dan dua anak, masuk kategori miskin ekstrem jika kemampuan memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp1.288.680 per bulan untuk satu keluarga.

“Kami merasa tidak dilibatkan dalam pendataan [P3KE] itu, data itu tiba-tiba ada,” kata Paryanto. Dia melanjutkan sejak ditetapkan sebagai desa miskin ekstrem, sejumlah program kegiatan dari provinsi pun sudah diterima Desa Bugelan.

Hal itu antara lain rehabilitasi RTLH untuk lima rumah pada 2023 ini. Masing-masing keluarga penerima bantuan RTLH itu mendapatkan Rp20 juta yang dipotong pajak dan operasional senilai Rp3 juta.

Dia mengakui masih ada warga miskin di desanya, tetapi Paryanto menilai pengeluaran para warga miskin itu sudah melebihi garis kemiskinan senilai Rp322.170/orang/bulan. “Kalau berdasarkan RTLH memang masih ada sekitar 40 orang miskin. Itu sesuai jumlah RTLH,” ujar dia.

Ihwal stunting, dia menyebut Desa Bugelan selalu menganggarkan dari dana desa untuk penanganan stunting atau tengkes. Saat ini kasus stunting di Desa Bugelan hanya tersisa satu anak. Tahun 2023 ini anggaran penanganan stunting senilai lebih kurang Rp7 juta.

“Itu sesuai jumlah kasus. Karena kan hitungannya setiap anak stunting diberikan anggaran program penanganan senilai Rp75.000/orang/hari selama 90 hari,” jelas Paryanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya