SOLOPOS.COM - Tangkap layar Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Karanganyar, Ilyas Akbar Almadani saat acara webinar berjudul 2024 di Tangan Generasi Muda yang digelar Solopos Media Group (SMG) dan disiarkan langsung melalui YouTube Espos Live, Senin (26/6/2023). (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Karanganyar, Ilyas Akbar Almadani, 25, menilai partai politik masih melihat kaum muda sebagai objek utama menjelang Pemilu 2024.

Menurutnya partai politik perlu lebih aktif dan responsif atau cepat tanggap terhadap isu-isu aktual atau kekinian yang digemari anak muda.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Alasan Ilyas sederhana. Proporsi pemilih muda dalam Pemilu 2024 diprediksi mendekati 60% (meliputi gen Z dan milenial). Oleh karena itu partai politik harus menggunakan cara yang fun untuk menggaet suara anak muda di tahun politik 2024.

Ilyas mengutarakan salah satu strateginya yaitu lebih mengedepankan politik programatik, bukan pragmatis.

Strategi politik programatik ini mendorong kandidat menggunakan strategi menggerakkan dukungan dengan mengandalkan pada kebijakan atau program tertentu yang dapat menyelesaikan problem bersama.

Parpol harus menjelma perantara yang kekinian dan asyik agar mampu mewadahi kaum muda.

“Terkadang partai melihat potensi itu [anak muda] menjadi objek saja. Sebelum mengarah pemilu, kami [parpol] perlu menggaet dengan cara yang fun dan dimaui anak muda. Sayangnya, partai kadang gagap menyesuaikan kondisi zaman,” ungkap Ilyas dalam webinar berjudul 2024 di Tangan Generasi Muda yang digelar Solopos Media Group (SMG) dan disiarkan langsung melalui YouTube Espos Live, Senin (26/6/2023).

Pada kesempatan itu Ilyas juga menampik anggapan  anak muda apatis terhadap politik. Dia mencontohkan sikap warga Internet yang didominasi anak muda saat mengomentari atau mengkritisi persoalan maupun kondisi bangsa di media sosial.

Dia mencontohkan momen pembatalan gelaran Piala Dunia U-20 di Kota Solo. Dalam isu itu, tutur Ilyas, kaum muda urun rembuk dan menyampaikan kritik terhadap organisasi sepak bola Indonesia hingga kebijakan pemerintah melalui media sosial.

“Tentu dengan berbagai horison, pengetahuan mereka. Politik bisa dimaknai formal dan nonformal. Orang berkomentar [tentang] informasi atau berita di media sosial itu bagian dari peduli dengan kondisi bangsa, beririsan dengan politik nonformal. Lalu orang demo itu juga care dengan politik. Ini perlu ditanggapi dan direspons parpol yang merupakan intermediari atau perantara negara dan masyarakat,” ungkapnya.

50% Anak Muda

Contoh lain, imbuhnya, komposisi pengurus Partai Golkar Karanganyar adalah 50% anak muda dan 50% senior.

Dia menuturkan Golkar konsen dengan anak muda, khususnya mereka yang mempunyai modal sosial kuat yakni aktif di organisasi, disukai masyarakat, dan lainnya.

Ilyas mendorong anak muda yang memiliki modal tersebut untuk ambil bagian dalam politik.

“DPP mengembangkan Golkar Institut dan itu sudah banyak angkatannya. Politisi atau calon legislatif dibekali ilmu teori sehingga politik bisa menjadi tools mewujudkan kesejahteraan. Tidak asal orang punya modal lalu maju menjadi calon politisi. Jangan sampai mereka menjadi legislatif tapi tidak tahu fungsi dan hanya bertujuan mengembalikan modal. Yang mau masuk ke sana [Golkar Institut], kami rekomendasikan dari daerah. Nah, Golkar Institut itu sebagai awal mereformasi partai agar disukai anak muda,” jelasnya.

Ilyas juga menyebut kiprah politik pemuda tak hanya bisa dilakukan di sektor politik formal, seperti parlemen dan kelembagaan partai, tetapi juga aktif dan kritis di media sosial merupakan bagian dari melek politik nonformal.

Menurutnya daya kritis anak muda itu harusnya bisa dioptimalkan parpol dengan tidak menempatkan mereka sekadar objek meraup suara saja. Keberadaan anak muda di dunia politik bisa menjadi sumber kebaruan ide.

“Kritis di media sosial itu termasuk peduli terhadap kondisi bangsa dan bagian dari politik. Bukan hanya dengan menjadi anggota partai. Problemnya, anak muda harus diberikan ruang kalau tidak ya sama saja tidak mendapatkan kesempatan masuk ke dunia parpol. Tugas kita [politisi dan parpol] mendengarkan isu dan menangkap aspirasi mereka,” kata Ilyas.

Ilyas menjadi salah satu potret bagaimana anak muda berkiprah di sektor politik. Bagi Ilyas, pengalaman organisasilah yang menempanya hingga menjadi orang nomor satu di Partai Golkar Karanganyar.

Lulusan Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM itu menyebut aktif berorganisasi menjadi modal sosial anak muda.

Selain tentunya darah politik memang sudah mengalir sejak dini. Kedua orang tuanya, Juliyatmono dan Siti Khomsiyah, tercatat sebagai pengurus Partai Golkar.

Kiprahnya dalam berorganisasi dimulai dari Dewan Ambalan SMAN 1 Karanganyar, Ketua Forum Koordinasi Karang Taruna Karanganyar, Penasehat Dalang Remaja Karanganyar (Darmakarya), Wakil Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), dan lainnya.

“Yang mendorong keadaan yang dilihat berawal dari organisasi sejak SMP dan SMA. Pascaitu saya aktif di sayap Golkar [Angkatan Muda Partai Golkar] AMPG sebagai ketua. Saat itu masih mahasiswa dapat tantangan bagaimana AMPG punya perwakilan di legislatif. Saat menjadi pengurus parpol, sering mengalami benturan pemikiran. Saya ingin mencalonkan anak muda sebagai caleg, ternyata ada perdebatan. Itu dinamika yang sehat karena ini demokrasi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya