SOLOPOS.COM - Ilustrasi. Seorang petani di Desa Bedoro, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, mengambil rumpun tanaman padi yang sudah berbuah tetapi tidak produktif, Rabu (21/9/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN—Kebijakan impor beras yang diambil pemerintah semakin membuat generasi milenial tidak tertarik dengan komoditas beras lantaran harga jatuh. Kebijakan impor beras itu mengakibatkan kemunduran luar biasa di dunia pertanian dalam tiga tahun terakhir.

Penjelasan itu diungkapkan petani milenial asal Plupuh, Sragen, Perri Setiawan, saat dihubungi Solopos.com, Senin (19/12/2022).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Perri menjelaskan dalam sepekan terakhir para petani milenial mengadakan focus group disscussion (FGD) untuk membahas kestabilan harga gabah kering panen (GKP). Dia mengatakan kalau cara pemerintah terus-terusan impor beras itu menunjukkan pemerintah tidak proprtani.

“Dengan adanya impor berat itu, saya yakin generasi muda pertanian tidak tertarik di komoditas beras. Sungguh sangat disayangkan di negeri agraris dan gemah ripah loh jinawi pemerintah harus import beras tanpa mempertimbangkan kesejahteraan petani,” ujar dia.

Perri secara pribadi prihatin dan sedih dengan adanya impor beras saat ini. Dia mengkhawatirkan impor beras itu bisa berpotensi terhadap kemunduran luar biasa pada dunia pertanian dalam 3 tahun terakhir.

Baca Juga: Pemerintah Kucurkan Rp4,4 Triliun untuk Impor Beras 500.000 Ton

“Kalau saya boleh usul coba yang bikin kebijakan impor beras disuruh jadi petani semusim saja, biar benar-benar tahu rasanya jadi petani,” pintanya.

Dia mengatakan impor beras itu menunjukkan pemerintah kurang berpihak kepada petani. Dia menyayangkan kebijakan impor beras diambil pemerintah di saat semua kebutuhan sarana produksi naik, seperti harga pupuk, obat dan biaya olah lahan naik akibat imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

“Di sisi lain saya lihat kurang sinergi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Beberapa waktu lalu Indonesia sempat surplus beras dan ekspor masa belum ada setahun kemudian impor beras. Kan lucu. Dari beberapa kebijakan Kementerian Perdagangan sejak awal dilantik kurang berpihak pada petani. Mulai dari harga cabai waktu itu dan sekarang impor beras saat petani sedang menikmati untung sedikit,” jelas dia.

Perri mengatakan petani hanya bisa pasrah dan kecewa berat karena baru ada kenaikan harga gabah kemudian muncul kebijakan impor beras besar-besaran. Belum lagi, kata dia, petani harus melewati fenomena padi kerdil yang menyebabkan hasil panen kurang maksimal.

Sementara Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, pun hanya bisa pasrah. Dia mengatakan kebijakan impor beras itu menunjukkan pemerintah menganggap petani itu tidak miskin tetapi kaya dan mampu.

Baca Juga: Harga Beras Naik di Tingkat Konsumen, Menteri Pertanian Minta Rakyat Maklum

“Pertashop saja jualannya Pertamax yang jelas nonsubsidi dan diletakkan di perdesaan yang notabene banyak petani. Sedangkan Pertalite dijual lewat SPBU [stasiun pengisian bahan bakar umum] yang dekat dengan perkotaan. Ini menunjukkan petani dianggap kaya,” jelas dia.

Dia melanjutkan ketika harga gabah dan beras tinggi justru oleh pemerintah diturunkan. Ketika harga gabah di bawah harga pembelian pemerintah, kata Suratno, justru pemerintah terkesan membiarkan.

“Ini kan menunjukkan petani itu kaya. Petani diminta tanam empat kali per tahun. Berarti produksi kan tambah. Anehnya, kenapa stok beras tidak ada? Kan njudeke. Bravo petani. Hidup petani. Hidup KTNA. Yang penting petani tetap tanam padi untuk kebutuhan makan. Yen kon mangan roti ora isoh [kalau disuruh makan roti tidak bisa]. Warek ning ora pinter-pinter bahasa luar negeri [Kenyang tetapi tidak pandai-pandai bahasa luar negeri],” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya