SOLOPOS.COM - Teknisi menunjukkan cara kerja mesin sablon komputer Freejet buatan Korea Selatan di Indonesia Grafika Expo Solo 2014 di Diamond Solo Convention Centre, Rabu (12/3/2014). Mesin sablon tersebut ditawarkan dengan harga Rp150 juta per unit. (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) mewacanakan pembuatan print city. Hal tersebut untuk meningkatkan nilai ekspor di bidang grafika.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPGI Jimmy Juneanto menuturkan ekspor di bidang grafika di Indonesia hanya US$156  juta atau Rp17,7 miliar sedangkan Singapura mampu mengekspor barang cetakan senilai US$1,5 miliar atau Rp17 triliun. Padahal Singapura tidak memiliki bahan baku tapi bisa mengekspor 10 kali lipat dari pada Indonesia.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Jimmy menuturkan dengan adanya print city diharapkan industri grafika lebih efisien dan diharapkan perkembangan bisnisnya lebih baik. Hal ini karena industri grafika dari hilir hingga hulu berada dalam satu lokasi. Selain itu, print city ini menurut Jimmy juga dibutuhkan untuk menghadapi pasar bebas 2015 sehingga Indonesia tidak hanya sebagai pasar tapi juga sebagai pelaku.

“Selama ini pengusaha grafika dalam negeri sudah ngos-ngosan untuk menghadapi persaingan dalam negeri akibatnya terjadi perang harga yang pada akhirnya merugikan pengusaha grafika. Oleh karena itu, print city ini sangat diperlukan supaya industri grafika Indonesia juga diminati dan bisa bersaing di internasional,” ungkap Jimmy di Indonesia Grafika Expo Solo 2014 di Diamond Solo Convention Center (DSCC), pekan lalu.

Dia berharap pemerintah bisa mencontoh Thailand atau Vietnam yang sudah memiliki print city, bahkan 90% produksi industri grafika Thailand untuk diekspor. Indonesia sangat berpotensi karena memiliki bahan baku yang melimpah.

“Solo berpotensi untuk menjadi print city karena banyak perusahaan printing di sini. Selain itu, upah minimum kota [UMK] juga lebih rendah dan ada bandara serta saat ini sedang dibangun jalan tol ke Semarang,” papar Jimmy.

Sementara itu, anggota Staf Ahli Bidang Pemasaran dan P3DN Kementerian Perindustrian, Ferry Yahya, menilai Indonesia belum cukup kuat untuk menghadapi pasar bebas. Hal ini karena daya saing produk dalam negeri masih rendah. Oleh karena itu, selama ini banyak produk luar yang membanjiri pasar Tanah Air.

Peluang industri grafika dalam negeri sangat besar. Efeknya juga dahsyat, kata Ferry, tapi terkendala mesin yang hingga saat ini masih impor. Pihaknya juga berharap pembuatan mesin digital printing supaya dilakukan di Indonesia. Hal ini perlu supaya Indonesia tidak hanya dijadikan sebagai pasar tapi juga ada tenaga kerja dalam negeri yang dilibatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya