SOLOPOS.COM - Diskusi Solo Embracing the Film Industry di Hetero Space Solo, Rabu (24/8/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO--Pertumbuhan industri film di Solo mandek karena ekosistemnya dirasa belum berjalan maksimal. Terlebih tingkat apresiasi dan pemahaman masyarakat mengenai film yang masih rendah juga menjadi faktor.

Ketua BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Solo, Respati Ardi menyebut sulit menggerakan industri film di Solo.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Sesuatu yang tidak berwujud barang, bentuknya intellectual property, pasti orang bikin film pasti ditawar” kata dia dalam diskusi Solo Embracing the Film Industry di Hetero Space Solo, Rabu (24/8/2023).

Menurut dia, salah satu faktor industri film di Solo mandek yakni literasi perfilman di Solo masih rendah. Sesederhana pemahaman mengenai produksi film memakan biaya dan produksi yang besar nihil di masyarakat.

“Kalau kita kita ngomong realitasnya, industri di Kota Solo masih sangat minim, tapi harapannya semoga dengan literasi perfilman [bisa bertumbuh],” lanjut dia.

Dia menyebut literasi perfilman harus terus digalakkan untuk masyarakat Kota Solo agar paham dan bisa mengapresiasi proses kreatif. Jika pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap film semakin tumbuh, tentu industri juga turut tumbuh.

“Ini loh, kenapa film itu mahal, kalau kita bisa memonetize dengan baik dan benar, film bisa laku, jika dibandingkan dengan bisnis ritel pasti jauh [lebih besar] lah keuntungannya,” kata dia.

Meski mandek, bukan berarti peluang untuk menumbuhkan industri film di Solo mustahil. Tren positif industri film skala nasional bisa menjadi tolok ukur.

Pertumbuhan positif film nasional bisa ditarik di skala lokal. Bisa dimulai dengan upaya peningkatan literasi dan membangun ekosistem film bersama.

“Jadi menurut saya jika membicarakan industri film di Solo memang masih rendah, tapi bisa dimulai dengan kampanye, bisa dengan literasi perfilman, kemudian nilainya akan meningkat,” kata dia.

Direktur Impala Network, Khaleed Hadi Pranowo menyebut secara umum industri kreatif memang punya kendala yang relatif sama.

Menurut dia, konsumen tidak begitu mengerti akan nilai satu produk kreatif seperti ilustrasi, film, desainer, musisi, sampai penulis.

“Untuk menumbuhkan ekosistem film di Solo harus melibatkan banyak sektor, paling tidak satu sama lain kenalan dulu,” kata dia.

Tentu sektor yang terlibat yakni masyarakat, komunitas, pemerintah, dan investor. Semuanya harus saling memahami dan terkoneksi. Termasuk menyelaraskan visi bersama agar industri film tidak mandek.

“Caranya ya dengan kegiatan-kegiatan tertentu, misal kalau di film ya kegiatan screening, tidak harus besar, yang penting rutin,” kata dia.

Melalui kegiatan rutin itu, diharapkan ekosistem film terbentuk. Hal itu merupakan syarat awal untuk menggerakkan industri film di Solo.

Menurut dia, untuk menumbuhkan dan memulai ekosistem di Solo tidak perlu meniru kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, ataupun Semarang.

Kota Bengawan memiliki karakteristik yang unik dan berbeda dengan kota lain, sekalipun itu dengan Jogja. “Solo harus menjadi Solo,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya