SOLOPOS.COM - Salah satu kreasi Monk In Shoes. Label sepatu custom yang beralamat di Jl. Kediri Utara No.15, Nusukan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah itu mengandalkan pembuatan sepatu hand made berkualitas dengan harga kompetitif. (JIBI/Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Industri sepatu sejak lama kondang hingga luar wilayah ini. Jika sepatu Sadinoe kondang sebagai sepatu tentara sejak zaman penjajahan Belanda, maka Monk In Shoes adalah generasi yang lebih muda.

Monk In Shoes adalah label sepatu custom yang beralamat di Jl. Kediri Utara No.15, Nusukan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah. Industri sepatu ini mengandalkan pembuatan sepatu hand made berkualitas global dengan harga kompetitif.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Tekad Monk In Shoes itu terasa tepat di tengah hiruk-pikuk persiapan pengusaha dan pemerintah menyusun strategi menghadapi pasar bebas ASEAN (dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi ASEAN). Adalah Muhammad Cahyo Yuwono, 25, yang menjalankan industri sepatu yang telah merambah pelanggan di Malaysia, Thailand, Belanda, hingga Kanada.

Dengan spesialisasi produk yang dibuat secara manual hand made, sepatu buatan lelaki yang akrab disapa Ayok ini dijual dengan harga Rp150.000-Rp1.200.000, tergantung bahan dan tingkat kerumitan. Strategi pemasarannya dilakukan secara online melalui www.monkinshoes.com serta sejumlah media sosial.

“Awalnya aku senang dengan sepatu. Setiap punya duit jajan sisa, selalu habis untuk membeli sepatu. Akhirnya aku coba menjalankan bisnis sepatu hand made dan custom yang digemari anak muda,” kata Ayok, saat ditemui Solopos.com di bengkel kerjanya, Selasa (9/12/2014).

Klaim Satu-Satunya
Ayok mengakui saat awal menjalankan bisnisnya November 2009 lalu, ia merupakan satu-satunya pemain lokal di bisnis sepatu hand made di Soloraya. Seiring menjamurnya bisnis sejenis di tahun ketiga usahanya, ia kemudian harus bersaing dengan sejumlah kompetitor. Dua tahun terakhir, ia pun fokus mengembangkan sepatu dengan teknik penggarapan khusus seperti lukis dan rajut kulit.

“Produksi kami mulai stabil sekarang dengan capaian 200 pasang sepatu/bulan. Awalnya kami kejar kuantitas [600 pasang sepatu/bulan], sekarang kami bermain di harga dan kualitas. Omzet sudah bisa tembus Rp50 jutaan/bulan,” terangnya.

Menurut pengusaha yang produknya menggunakan bahan kulit asli dari dalam negeri ini, dalam bisnis sepatu yang paling penting adalah kepuasan pelanggan. Meskipun sudah dibantu tujuh tenaga untuk mendukung bagian produksi hingga marketing online, Ayok tak jarang mengukur sendiri kaki pelanggannya.

“Ada beberapa pelanggan yang lebih sreg mengukur kaki ke sini. Tak hanya lebar telapak kaki, ketebalannya juga diukur untuk kenyamanan. Untuk sepatu bertumit, ada perhitungannya sendiri agar tidak cedera kalau dipakai. Barang yang sudah kami kirimkan juga ada garansinya. Bisa diservice ke sini,” ujarnya.

Pada 2015 mendatang, label sepatu yang sudah mendapatkan paten merek dari Kemenkumham sejak 2012 lalu ini akan lebih mengembangkan usahanya untuk membuat produk kerajinan berbasis kulit lain seperti tas, dompet, dan ikat pinggang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya