SOLOPOS.COM - Menara Masjid Agung Al Aqsha berdiri megah di Jonggrangan, Klaten Utara, Klaten, Jumat (8/4/2016). Anggota DPRD Klaten dari Fraksi PAN, Darmadi mengaku tak puas dengan pembangunan menara tersebut karena tidak sesuai dengan rencana awal, salah satunya keberadaan gardu pandang yang berada di ketinggian 30-an meter. (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Infrastruktur Klaten, pembangunan menara Masjid Agung menuai persoalan.

Solopos.com, KLATEN–Pembangunan menara Masjid Agung Al Aqsha di Jonggrangan Kecamatan Klaten Utara dinilai masih menyisakan persoalan. Pembangunan menara yang menelan anggaran senilai Rp11,2 miliar itu diyakini tidak sesuai dengan rencana awal. Hingga kini, pembangunan menara masih belum selesai.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Jajaran eksekutif, terutama Dinas pekerjaan Umum (DPU) dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Klaten selaku satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mengurusi proyek tersebut mengaku masih butuh dana senilai Rp5 miliar untuk keperluan finishing.

Amburadulnya pembangunan menara masjid itu diungkapkan salah satu anggota DPRD Klaten sekaligus Ketua Fraksi PAN DPRD Klaten, Darmadi, saat ditemui Solopos.com, di Kebonarum, Jumat (15/4/2016). Sewaktu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten menggagas pembangunan masjid di tahun anggaran (TA) 2012-2015, Darmadi menjabat sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Klaten. Selaku anggota Banggar, Darmadi mengaku tahu persis proses pembangunan masjid sekaligus menara masjid dari perencanaan hingga pelaksanaan.

Sebagaimana diketahui, anggaran pembangunan masjid terbesar di Kota Bersinar itu meliputi empat tahap. Tahap I di tahun 2012 senilai Rp9,5 miliar, tahap II di tahun 2013 senilai Rp27,9 miliar; tahap III di tahun 2014 senilai Rp11,3 miliar; tahap IV di tahun 2015 senilai Rp11,3 miliar.

Penandatanganan kontrak pembangunan menara masjid dimulai April 2015-Desember 2015. Berperan sebagai pelaksana proyek, yakni PT Tirta Dhea Addonnics Pratama Jakarta.

Belakangan diketahui, pembangunan menara masjid sempat molor hingga beberapa bulan. Di tengah pengerjaan proyek, muncul perbedaan persepsi antara DPRD Klaten dengan jajaran eksekutif. Sumber persoalan tersebut, yakni keberadaan gardu pandang di menara masjid. Kalangan DPRD Klaten menganggap, gardu pandang menara masjid mestinya berada di ketinggian 66,66 meter. Dengan ketinggian tersebut, pengunjung masjid bisa menikmati pemandangan Kota Klaten dari gardu pandang. Di sisi lain, DPU dan ESDM Klaten beranggapan keberadaan gardu pandang berada di ketinggian 35 meter. Sedangkan, ketinggian menara berada di 66,66 meter.

“Sepengetahuan saya, pemaparan proyek masjid hanya dilakukan secara lisan [tanpa dilengkapi Detail Engineering Design (DED). Saat pemaparan oleh eksekutif menyebutkan proyek menara dibangun dengan ketinggian 66,66 meter [lokasi gardu pandang]. Ternyata, ketinggian gardu pandang di kisaran 35 meter. Di awal kegiatan, gardu pandang itu bakal dikomersialkan, makanya dilengkapi lift. Pertanyaannya, kalau di ketinggian 35 meter itu, warga akan melihat apa? Makanya, saya menyebut proyek itu tipu-tipu. DPRD Klaten sudah terkena tipu,” kata Darmadi.

Darmadi mengatakan perubahan ketinggian gardu pandang dilakukan secara sepihak oleh eksekutif. Dengan perubahan desain itu mengakibatkan gardu pandang dengan diameter bagian bawah mencapai 25 meter itu terancam mangkrak. Dengan ketinggian 35 meter, pengunjung diyakini tak bisa menikmati pemandangan Kota Klaten, terutama saat melihat ke arah barat, pemandangan akan terhalang dengan menara masjid.

“Kalau niat ingin mengomersialkan gardu pandang mestinya harus mencontoh Tugu Monas Jakarta, menara di Tenggarong, Kalimantan [55 meter] dan menara di Jambi, Sumatra. Saya pikir, warga tak antusias untuk naik ke menara masjid di Klaten ketika kondisinya demikian. Jika sudah seperti itu, bayangan saya menara terancam mangkrak. Saat ini, teman-teman di DPRD juga tidak ingin menyetujui mengeluarkan anggaran lagi untuk pembangunan menara,” katanya.

Darmadi mengatakan anggaran pembangunan masjid dan menara membengkak dari rencana awal. Semula, pembangunan masjid membutuhkan Rp28 miliar-Rp30 miliar hingga rampung. Kenyataannya, anggarannya membengkak menjadi Rp65 miliar. Sementara, pembangunan menara hanya membutuhkan anggaran Rp11,2 miliar. Kenyataannya juga melebihi angka itu.

“Sejak awal, mestinya tidak ada pembangunan menara. Yang ada hanya menara yang menyatu dengan masjid. Saya menyimpulkan, proyek pembangunan masjid itu cenderung dipaksakan. Proyek itu istilahnya tan keno ora [harus dikerjakan],” katanya.

Sebelumnya, Kepala DPU dan ESDM Klaten, Abdul Mursyid, mengatakan pembangunan masjid dan menara sudah tertib administrasi dan sesuai desain. Sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyelesaian pengerjaan menara masjid masih membutuhkan anggaran senilai Rp5 miliar.

“Kami akan berusaha mengusulkan anggaran Rp5 miliar di APBD Perubahan 2016. Kalau tidak bisa, kami mencoba menganggarkan di APBD 2017. Itu untuk keperluan finishing menara [seperti ornamen menara],” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya