SOLOPOS.COM - Batang tanaman bunga tertancap pada saringan penutup saluran drainase di kawasan Koridor Pasar Gede, Solo, Senin (1/2/2016). Warga menyayangkan saringan penutup saluran drainase banyak yang sudah dalam kondisi rusak meskipun belum ada satu bulan pasca selesai direnovasi. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Infrastruktur Solo, perda tentang retribusi penutupan drainase belum ditegakkan.

Solopos.com, SOLO — Peraturan Daerah (Perda) tentang Retribusi Daerah terkait penutupan drainase masih menjadi macan ompong. Pemkot kesulitan menegakkan Perda tersebut.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Selain keterbatasan personel, minimnya anggaran penertiban penutupan drainase menjadi penyebabnya. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Solo Endah Sitaresmi Suryandari menjelaskan sesuai Perda tentang Retribusi Daerah, bagi warga maupun pelaku usaha yang menutup drainase diwajibkan membayar retribusi 2,5% dari nilai jual objek pajak (NJOP) dikalikan luas.

Retribusi tersebut wajib dibayarkan setiap tahun. “Retribusi dibebankan untuk perawatan drainase yang ditutup. Tapi banyak warga yang asal menutup dan tidak bayar retribusi,” kata Sita ketika berbincang dengan wartawan, Minggu (2/4/2017).

Sita mengaku kesulitan menertibkannya warga yang menutup drainase. Selain jumah personel terbatas, anggaran penertiban penutupan drainase juga minim.

Mestinya, Pemkot melakukan penggempuran drainase yang tertutup dan tidak membayar retribusi ke daerah. Namun, lantaran anggaran terbatas, Pemkot sulit menertibkannya.

Kini banyak bangunan rumah warga maupun usaha yang menutup drainase. “Kita itu tidak hanya sekadar gempur, tapi bagaimana mengembalikan badan saluran seperti semula. Jadi butuh anggaran besar,” katanya.

Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo sebelumnya mengatakan akan merevisi Perda tentang Retribusi Daerah terkait penutupan saluran drainase. Sebagai pengganti, Pemkot akan membebankan tanggung jawab perawatan drainase kepada warga atau pelaku usaha.

Wali Kota menilai penarikan retribusi penutupan saluran drainase sebesar 2,5% dari NJOP per meter persegi dinilai tidak efektif, khususnya efektif dalam hal pengendalian perawatan drainase. “Warga merasa telah membayar retribusi dan menyerahkan semua tanggung jawab ke Pemkot. Hal ini yang tidak kami inginkan,” kata Rudy, sapaan akrabnya.

Padahal, menurutnya, warga juga harus ikut bertanggung jawab merawat drainase yang mereka tutup, tidak menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab perawatan drainase kepada Pemkot. Selain keterbatasan anggaran, Pemkot juga kekurangan jumlah tenaga khusus untuk perawatan drainase.

Karena itu, Rudy lebih memilih mengajukan revisi retribusi penutupan drainase. Rudy meminta tarikan retribusi diturunkan menjadi 0,5% dari NJOP per meter persegi. Namun sebagai konsekuensinya, Pemkot akan menerapkan kebijakan bagi pelaku usaha atau warga untuk bertanggung jawab merawat drainase.

Pemkot akan menyusun teknis perawatan drainase, misalnya wajib membersihkan drainase di lingkungan masing-masing setiap tiga atau enam bulan sekali. “Saya rasa ini lebih efektif. Karena pelaku usaha atau pun warga yang menutup drainase ikut merawatnya. Jadi lebih baik retribusi sedikit, tapi juga ikut tanggung jawab merawat,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya