SOLOPOS.COM - Ilustrasi, Syawalan Jurug (JIBI/SOLOPOS/dok)

Infrastruktur Solo yakni pembangunan parapet Bengawan Solo berdampak pada pohon di TSTJ.

Solopos.com, SOLO —Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo mengizinkan pengelola Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) menebang pohon yang bakal terdampak pembangunan parapet di bantaran Sungai Bengawan Solo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Setidaknya ada ratusan pohon bakal ditebang untuk proyek pengendalian banjir di hilir Sungai Bengawan Solo. Wali Kota menilai penebangan pohon diperbolehkan asalkan untuk kepentingan yang lebih luas.

“Wong itu untuk parapet kok, masak tidak boleh ditebang? Jadi kalau untuk kepentingan yang luas tentu boleh,” kata Rudy, sapaan akrab Wali Kota, ketika dijumpai wartawan di Balai Kota Solo, Rabu (2/11/2016).

Menurut dia, penebangan pohon untuk pembangunan parapet tidak perlu mengajukan izin kepada wali kota. Rudy menjelaskan bahwa Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) memiliki kewenangan penuh dalam melaksanakan proyek pembangunan parapet.

Sehingga penebangan pohon di sempadan Bengawai Solo ranahnya berada di tangan BBWSBS. “Jadi tidak perlu izin ke wali kota. Itu ranahnya BBWSBS. Tapi kalau mengajukan izin ke saya, ya tetap saya izinkan,” kata dia.

Pembangunan parapet dari Mojo hingga Jurug oleh BBWSBS ini dikerjakan sebagai pengendalian banjir di kawasan TSTJ. Rudy mengakui rencana pembangunan parapet masih terkendala beberapa faktor nonteknis. Salah satunya program relokasi warga bantaran Sungai Bengawan Solo yang hingga kini belum tuntas.

Rudy dalam waktu dekat berencana memanggil warga bantaran yang masih tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo. Dengan berbagai pendekatan itu diharapkan relokasi selesai 2017.

“Kami siap membantu BBWSBS untuk pembangunan parapet. Kami upayakan agar seluruh warga di bantaran sungai direlokasi, sehingga pembangunan parapet bisa berjalan sesuai rencana,” katanya.

Rudy berharap BBWSBS mengerjakan proyek di lokasi yang bersih dari permukiman warga. Rudy mengakui jika penyelesaian masalah relokasi tidak mudah, karena membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sementara tahun ini pemkot tidak mungkin dapat menggelontorkan anggaran untuk menyelesaikan relokasi puluhan keluarga yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo.

Pemkot baru akan mengalokasikan anggaran di APBD 2017 mendatang. Selain persoalan anggaran, Rudy juga menyebut masih banyaknya warga berstatus hak milik (HM) yang hingga kini belum menyepakati nilai ganti rugi sesuai tawaran Pemkot. Warga menginginkan ada penghitungan ulang besaran ganti rugi bangunan yang akan diberikan Pemkot.

Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Masyarakat Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas PP PA dan KB), Sukendar Tri Cahyo Kemat, mengatakan program relokasi warga bantaran Sungai Bengawan yang berjalan sejak 2008, masih menyisakan 76 bangunan berstatus hak milik (HM). Rinciannya, 34 bangunan di Sangkrah, 16 bangunan di Semanggi dan 26 bangunan di Sewu.

Diberitakan sebelumnya, ratusan pohon di sempadan Sungai Bengawan Solo, kompleks Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) bakal terdampak proyek pembangunan parapet. Parapet dibangun untuk pengendalian banjir di hilir Sungai Bengawan Solo. (Baca: Ratusan Pohon di TSTJ Terdampak Pembangunan Parapet)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya