Soloraya
Sabtu, 31 Oktober 2015 - 18:30 WIB

INFRASTRUKTUR SRAGEN : Keburu Hujan, Pembangunan Embung Brojol Dikebut

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Buruh bangunan mengerjakan pembangunan Embung Brojol di Desa Brojol, Kecamatan Miri, Sragen, Jumat (30/10/2015). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Infrastruktur Sragen yakni Embung Brojol di Miri dipercepat pembangunannya.

Solopos.com, SRAGEN — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen mendesak rekanan mempercepat pembangunan Embung Brojol, di Kecamatan Miri, Sragen, yang menelan anggaran Rp1,92 miliar dari APBD Provinsi Jawa Tengah 2015.

Advertisement

Pantauan di lokasi, Jumat (30/10/2015), sejumlah buruh bangunan sibuk mengerjakan pembangunan embung yang berlokasi tak jauh dari Kedung Kancil tersebut.

Pembangunan embung tersebut berada di kawasan cekungan sehingga tidak ada kegiatan pengerukan lahan. Pekerjaan difokuskan untuk membuat bendung dari bahan beton berbatu dengan ketebalan sekitar lima meter pada bagian dasar.

Advertisement

Pembangunan embung tersebut berada di kawasan cekungan sehingga tidak ada kegiatan pengerukan lahan. Pekerjaan difokuskan untuk membuat bendung dari bahan beton berbatu dengan ketebalan sekitar lima meter pada bagian dasar.

Kepala Bidang Pengairan Pertambangan dan Energi, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sragen, Subagiyono, mengatakan pembangunan Embung Brojol dimulai pada 17 Juni dan berakhir 13 Desember mendatang.

CV Surya Putra Kontraktor asal Klodran, Colomadu, Karanganyar, terpilih sebagai pemenang lelang proyek ini.

Advertisement

Pembangunan Embung Brojol sengaja menggunakan lahan yang sudah cekung untuk menghemat anggaran. Lahan tersebut merupakan tanah bengkok sehingga tidak perlu melalui tahapan pembebasan lahan.

“Embung itu berfungsi untuk menampung air hujan. Nanti ada dua akses air hujan. Petani bisa memanfaatkan embung itu dengan menggunakan mesin pompa,” kata Subagiyono.

Sementara itu, kalangan petani mengaku sudah lama menmimpikan embung untuk mengairi lahan pertanian tadah hujan mereka.

Advertisement

“Sebenarnya, tanah di sini itu sangat subur. Namun, kami hanya bisa menanam padi dua kali dalam setahun. Sisanya kami menanam jagung jika sudah memasuki musim kemarau. Namun, terkadang tanaman jagung itu mati kekeringan,” kata Suyanto, 40, warga Dusun Brojol, Desa Brojol.

Selama menanam padi, kata Suyanto, petani di Desa Brojol sudah terbiasa gagal panen karena kekeringan. Para petani juga kerap memanen padi lebih dini lantaran batang tanaman sudah kering duluan. Padahal, biji padi belum saatnya untuk dipanen.

“Para petani di sini menyebutnya dengan istilah gabuk. Isi gabah tidak penuh karena belum saatnya dipanen. Tapi kalau tidak lekas dipanen, tanaman padi keburu kering dan mati. Padahal kalau digiling, beras itu akan mudah pecah. Kalau sudah seperti itu, harganya juga turun,” jelas Suyanto.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif