Soloraya
Jumat, 1 Oktober 2021 - 16:00 WIB

Ingin Ubah Sampah Jadi Emas, Warga Plumbungan Sragen Belajar ke Bantul

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pengelola TPS3R Plumbungan melihat kode kedaluwarsa pada botol minuman bersoda di TPS3R Panggungharjo, Sewon, Bantul, Kamis (30/9/2021). (Istimewa/Kelurahan Plumbungan)

Solopos.com, SRAGEN — Puluhan warga di lingkungan RT 017 Kampung Karang, Kelurahan Plumbungan, Karangmalang, Sragen melakukan studi banding ke Bantul, DIY, pada Kamis (30/9/2021) kemarin. Tujuan tepatnya adalah BUMDesa Panggungharjo, Kecamatan Sewon. Di sana mereka belajar mengelola sampah.

Puluhan warga ini nantinya diberdayakan sebagai pengelola Tempat Pengolahan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) Plumbungan. Sebagian besar dari mereka adalah ibu rumah tangga dan warga yang sudah lanjut usia. Mereka belajar manajemen pengelolaan sampah di Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (Kupas) yang merupakan anak usaha BUMDesa Panggung Lestari Panggungharjo. Lurah Plumbungan, Budiyanto, mengantar mereka ke lokasi studi banding.

Advertisement
Lurah Plumbugan Budiyanto (dua dari kanan) mendampingi para warga Kampung Karang, Plumbungan, Karangmalang, Sragen, studi banding pengelolaan sampah di TPS3R Panggungharjo, Bantul, Kamis (30/9/2021). (Istimewa/Kelurahan Plumbungan)

Kedatangan mereka disambut hangat di Kampoeng Metaraman, sebuah kampung buatan yang juga menjadi salah satu unit usaha BUMDesa Panggungharjo. Mereka mendapatkan penjelasan sejak awal Kupas berdiri pada 2013 hingga sekarang berkembang dengan memiliki 15 karyawan yang digaji dengan standar upah mimnum kabupaten (UMK).

Baca Juga: Pimpinan DPRD Sragen Kembalikan Mobdin, Diganti Tunjangan Rp14 Juta

Advertisement

Baca Juga: Pimpinan DPRD Sragen Kembalikan Mobdin, Diganti Tunjangan Rp14 Juta

“Kami ke Panggungharjo itu untuk belajar langsung tentang pengelolaan sampah. Para pengelola TPS3R Plumbungan itu memulai pengelolaan dari nol. Sebelumnya mereka bergerak di bank sampah. Pengelolaan bank sampah berbeda dengan TPS3R yang lebih rigid dalam pemilahan sampah. Kami berharap hasil studi banding ini bisa diimplementasikan di lingkungan Plumbungan,” ujar Lurah Plumbungan, Budiyanto, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (1/10/2021).

Pemimpin TPS3R Kupas Bumdesa Panggungharjo, Risky, menyampaikan potensi sampah di Panggungharjo itu mencapai 55,37 meter kubik per hari. Pengolahan sampah tersebut, kata dia, membutuhkan biaya Rp4 juta per hari atau Rp1,5 miliar per tahun.

Advertisement

Baca Juga: Menanti Kebangkitan UKM Mebel Gemolong Sragen Melalui Factory Sharing

“Pemerintah desa juga mendukung gerakan Kupas dengan memberi bantuan dan insentif dana pada dua tahun pertama. Kemudian kami menjalin kerja sama dengan pihak swasta hingga akhirnya dapat bantuan peralatan. Kami juga membuat program dari sampah jadi emas dengan menggandeng PT Pegadaian. Warga yang bisa memilah sampah maka sampah itu bisa dikonversi menjadi emas dalam bentuk tabungan emas. Sekarang kami memiliki 1.000 nasabah,” ujar Risky.

Sebagai langkah awal, Risky menjelaskan Kupas membentuk bank sampah di tingkat rukun tetangga. Di Panggungharjo terdapat 119 RT. Sampah-sampah di RT itu kemudian dijemput dan dibawa ke TPS3R Kupas untuk diolah. Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik dijual. Sementara sampah yang mengandung residu diolah juga.

Advertisement

Risky menerangkan 15 karyawan digaji dengan sumber pendanaan dari retribusi dan penjualan sampah. Dia menyampaikan nilai retribusi sampah itu disesuaikan dengan volume sampahnya.

Sejumlah pekerja menumpuk sampah pada bak truk untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) di TPS3R Panggungharjo, Bantul, Kamis (30/9/2021). (Istimewa/Kelurahan Plumbungan)

Baca Juga: 9 Bulan Terjadi 80 Kebakaran di Sragen, Ini Biang Keroknya

Dia menyebut untuk sampah rumah tangga dikenakan retribusi Rp25.000/bulan sedangkan untuk pertokoan, minimarket, dan seterusnya retribusinya bisa mencapai Rp400.000-Rp500.000/bulan.

Advertisement

“Dalam sebulan omset kami mencapai Rp55 juta. Pendekatan awal lebih pada ibu rumah tangga. Awalnya hanya empat orang yang terdiri atas dua manajemen dan dua pengolah. Saat itu belum UMK. Sekarang berkembang menjadi lebih besar,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif